Bab 10 Tidur Di Lantai Atas
Arianne Wynn gelisah seketika. Apakah dia sudah tidak lagi melakukan perjalanan bisnis? Mengapa dia tiba-tiba pulang? Ketakutan muncul dari dalam dirinya. Jika diingat, untung dia tidak ikut pergi bermain seluncur es dengan Tiffany. Hanya saja dia sedang sial karena rantai sepedanya putus...

Pergi ke kamar mandi, Arianne merasa khawatir ketika ia mandi, tahu bahwa Mark pasti akan mencarinya.

Dia menangkap sekelebat bayangan di sofa dari ujung matanya ketika ia keluar dari kamar mandi dan melewati ruang tengah.

Mark mengenakan baju santai berwarna abu-abu muda, terlihat lebih sederhana dari setelan jas utuh yang biasa dipakai, sehingga membuatnya tidak terlihat begitu dingin. - kecuali matanya yang masih tidak ramah saat menatap Arianne.

“Kemarilah.”

Dengan kepala tertunduk, Arianne bergerak untuk berdiri tepat disampingnya.

“Kau sudah pulang.”

“...Dingin?” Mark ingin bertanya mengapa dia telat pulang, namun seluruh pertanyaannya berpadu menjadi satu kata ketika dia melihat luka di tangan Arianne.

Sedikit tercengang, Arianne tidak mampu menatap ke arahnya. “Mmm… Tidak apa…”

Mark Tremont meraih teh hitam panas dari meja kecil dan memberikannya pada Arianne tanpa pikir panjang. Tidak terlihat perubahan ekspresi di wajahnya.

“Jangan pulang terlalu malam lain waktu.”

Arianne tidak mengambil teh nya. Ini kali pertama Mark Tremont tidak terlihat tidak senang dengan kepulangan Arianne yang telat dan dia bahkan tidak meminta penjelasan.

Mata Mark Tremont melihat ke arah Arianne lagi. Hanya butuh tatapan dingin darinya agar Arianne menerima teh itu dan meminumnya.Teh hitam itu tidak begitu panas namun ujung lidah Arianne terasa sakit saat meminumnya.

Setelah selesai meminumnya, dia baru menyadari bahwa teh itu berada di cangkir milik Mark.

“Uh… Aku akan mencucinya untukmu…”

Sebelum Mark dapat menjawab, Arianne bergegas pergi ke dapur menggenggam cangkir yang masih hangat itu.

Tatapan Mark Tremont terlihat sedikit gelap saat garis tipis bibirnya berubah datar.

Apakah Arianne begitu takut padanya?

Ketika cangkir yang secara hati-hati dicuci untuk yang kesekian kali, Mary mematikan kerannya dan menggoda Arianne, “Ari, apa yang kau lakukan? Cangkir itu akan habis terkelupas dari caramu mencuci!”

Keluar dari lamunannya, Arianne memegang cangkir itu dengan hati-hati.

“Tidak apa… Aku akan mengirimkan ini padanya sekarang.”

“Pergilah, cepat,” Mary mendesak.

Arianne tidak merasa cukup berani untuk benar-benar pergi. Mark Tremont pasti tidak akan menggunakan cangkir yang telah digunakan Arianne, tetapi dia tidak berkata tidak menginginkannya kembali. Arianne merasa was-was untuk mendapati tatapan jijik dari Mark lagi...

Kerutan sedikit terlihat di antara alis Mark Tremont, ketika dia melihat gadis itu menghabiskan waktu cukup lama pergi dari dapur. Sweater putih pas membalut sempurna tubuh kecil Arianne - apakah dia tidak pernah makan besar sebelumnya?

Arianne menampakan dirinya di depan Mark Tremont yang lantas mendengar suara lembut terbata-bata bertanya, “A...Apakah kau mau teh? Perlukah aku mengganti cangkirnya?”

Tangan kuat berototnya mengambil cangkir dari tangan Arianne dan menuangkan penuh teh hitam untuknya sendiri. Tangkan mereka tampak begitu berbeda, satu tampak cerah dan halus sementara lainnya tampak memprihatinkan.

“Lain kali, minta Henry untuk mengantarmu ke sekolah. Jangan membuat malu keluarga Tremont.”

Arianne belum saja merasakan kehangatan dari bagian awal ucapan Mark Tremont, lalu satu ember air es dingin menyiramnya sampai basah kuyup dengan sisa ucapannya. Dia pikir dia cukup memahami Mark dan telah mampu mempersiapkan mentalnya… Namun Mark hanya mengkhawatirkan kemungkinan Arianne menjadi aib.

“Kau menghalangi lampunya,” Mark Tremont tiba-tiba berucap saat dia membaca majalahnya..

Arianne melihat ke arah lampu di atas kepala mereka. Bagaimana bisa dia menghalangi lampunya? Sambil merenung, dia berpikir bahwa ini berarti dirinya menjadi penghalang dimatanya. Dia berbalik untuk pergi diam-diam namun terhenti oleh kata-kata Mark.

“Aku tidak memintamu untuk pergi.”

Dia berbalik sekali lagi dan terduduk di sofa, memposisikan dirinya sejauh mungkin dari Mark Tremont, saat Arianne melihatnya mengambil cangkir teh dan meminumnya. Tidak ada yang tampak aneh dari ekspresinya, dia benar-benar terlihat menerima fakta bahwa Arianne telah menggunakan dari cangkirnya!

Kejadian semalam di kamarnya terulang kembali di pikiran Arianne dan dia merasa pipinya merona merah.

“Tidurlah di kamar lantai atas dari malam ini dan seterusnya.”

Mark tidak tahu menahu apa yang Arianne pikirkan.

Related Chapters

Latest Chapter