Sebuah pikiran muncul dibenak Mary, “Ari, kapan terakhir kali kau datang bulan?”Arianne berpikir sejenak, “Jam istirahatku agak kacau akhir-akhir ini, jadi penanggalan datang bulanku pub berantakan. Aku hampir telat satu bulan, tapi aku sudah merasakan tanda-tanda datang bulan, jadi mungkin sebentar lagi. Aku rasa aku akan merasa baikan setelah mengunjungi dokter saat aku tidak sibuk nanti untuk meminta pil agar datang bulanku lebih lancar.”Mary bertanya, “Mungkinkah kau hamil?”Wajah Arianne langsung berubah, “Tidak mungkin!” Dia hanya melakukan itu sekali dengan Mark. jadi dia merasa kalau itu tidak mungkin.Melihat betapa keras dia mengelak kemungkinan itu, Mary semakin khawatir. “Lalu, pasti ada masalah. Jangan menunggu hingga kau tidak sibuk. Kau harus segera ke rumah sakit untuk memeriksanya.”Arianne langsung meyakinnkan Mary. Dia memang memikirkan untuk ke rumah sakit beberapa hari lalu, tapi dia sudah memberikan semua uangnya pada Tiffany. Memalukan sekali dia bahkan ti
Mark Tremont mengeluarkan kartu dari dompetnya dan meleparkannya ke meja. Dia lalu mengabaikan Arianne, mengambil sebuah majalah dan membacanya.Arianne mengambil kartunya dan berterima kasih padanya, lalu dia berbalik dan kembali ke atas. Arianne sudah memberitahu Mary kalau dia tidak akan makan malam. Saat ini, yang dia inginkan hanyalah tidur. Kelopak matanya terasa berat dan dia hanya ingin memejamkannya saja.Saat makanan disajikan di meja, Mark agak tidak senang mengetahui Arianne tidak ada di meja. “Dimana dia?”“Dia merasa tidak enak badan dan mengatakan padaku kalau dia tidak akan makan malam. Tuan, Nyonya merasa mual akhir-ahir ini. Dan.. menstruasinya juga telat. Aku sudah menyuruhnya untuk ke rumah sakit.” balas Mary.Mata Mark membesar. “Apa kau bilang?”Mary memikirkan kembali kata-katanya. Setelah memastikan dia tidak mengatakan sesuatu yang salah. Dia lalu melanjutkan lagi, “Itulah yang terjadi. Kenapa kau tidak menemaninya kerumah sakit tuan?”Pertentangan emosi
Setelah keluar dari ruang konsultasi, Arianne mencoba kabur. “Aku rasa aku baik-baik saja sekarang. Brian, ayo pulang. “Brian mengira kalau dia hanya takut dengan jarum maka dia menenangkannya. “Kau akan baik-baik saja. Itu hanya tes darah. Dan akan selesai dengan cepat.”Arianne tidak bisa berkata apa-apa. Lalu mereka berjalan ke bagian pengambilan darah. Dia menatap perawat saat perawat itu memasukan jarum ke urat nadinya. Sekitar dua tabung penuh darahnya diambil. Brian tidak bisa menahan diri untuk tidak bergumam. Sepertinya Arianne tidak takut… tapi kenapa dia bertingkah gelisah tadi?Hasil periksa darahnya keluar dengan cepat. Arianne tidak mengerti dengan angka-angka kecil yang ada di kertas itu.. Saat mereka kembali ke ruang konsultasi dengan selembar kertas tadi, ponsel Brian tiba-tiba berdering. “Nyonya, aku akan menjawab ini dulu.”Dokter itu memeriksa kertasnya dan mengumumkan hasilnya padanya. “Kau hamil.”Pada saat itu, Arianne merasa seolah darah di tubuhnya meng
Eric tidak percaya. “Apa yang perlu kau pikirkan? Kalau kau kembali, aku akan melupakan pengunduran dirimu. Dan menganggap hari-hari selama kau tidak bekerja ini sebagai cuti dibayar. Bagaimana dengan itu? Biarkan aku memperjelasnya dulu, aku tidak memata-mataimu untuk Mark. aku hanya butuh desainer hebat sepertimu untuk bekerja di perusahaan ku.”Sebenarnya, Arianne merasa sedikit bingung. Untuk bisa menerima gaji dalam waktu dia tidak bekerja tentu saja merupakan penawaran menarik untuknya. Namun, dia tidak bisa menepis perasaan kalau Eric menyembunyikan sesuatu darinya.Dia sangat sadar akan kemampuannya sendiri. Eric pastinya tidak mungkin kekurangan pekerja sepertinya. “Katakan padaku yang sebenarnya... apakah kau melakukan ini karena motif tersenyembunyi?”Eric tertegun dengan pertanyaanya. “Motif apa yang mungkin aku punya? Aku sudah berteman dengan Mark bertahun-tahun. Tidak mungkin aku akan merayu istrinya. Aku hanya mengundang kamu bekerja kembali karena kau tampaknya tida
Mungkin, Tiffany sedang sibuk saja, maka Arianne tidak terlalu memikirkannya.Lalu suara Henry terdengar dari bawah. Mark sudah pulang…Mark sepertinya tidak berencana keluar malam ini. Dia mandi dan langsung mengganti pakaiannya tak lama setelah dia pulang. Mereka berdua tidak bicara saat makan. Suasananya sangat tegang.Mary menyajikan makanan terakhir dan sup, “Nyonya. Kau merasa tidak enak badan akhir-akhir ini, maka aku menyiapkan sup ini untukmu. Walaupun sedikit amis, ini sangat bagus untuk perutmu. Tolong tahanlah bau amisnya dan makanlah sedikit.”Khawatir akan merasa mual lagi, Arianne langsung menutup hidungnya, “Aku tidak mau… Mary. aku sudah bilang padamu untuk tidak menyiapkan makanan dengan bau amis, aku tidak bisa menahannya,”Mary meletakkan semangkuk sup didepannya. “Tutupi hidungmu dan minumlah. Kau akan baik-baik saja. Aku menghabiskan sepanjang sore untuk menyiapkan sup ini.”Tidak ingin usaha Mary sia-sia, Arianne pun menutup hidungnya saat dia memegang mang
John Lane meninggal di meja operasi. Tiffany awalnya mengira kalau dia setidaknya bisa bernafas lega setelah memiliki uang untuk melakukan operasi. Selama ayahnya bisa hidup, maka dia akan memiliki harapan. Dia tidak mengira kabar buruk ini akan datang tanpa memberikan dia kesempatan untuk bernafas.Beberapa saat kemudian, Lillian keluar dengan mata merah. “Tiffie… pergilah dan lihat ayahmu untuk yang terakhir kalinya….”Tiffany menggelengkan kepalanya dengan lemas. “Aku tidak mau… Ibu, aku akan menyiapkan pemakamannya besok pagi. Kau bisa pergi dan istirahat.”Lillian tidak bergerak dan menangis semakin keras. Tubuhnya yang lemah bergetar seperti daun, dia tampak seperti akan runtuh.Memikirkan untuk pulang ke rumah sewaan yang mengerikan dan sempit seperti di perumahan kumuh membuatnya takut. Sebagai seorang istri dari keluarga kaya, dia belum pernah mengalami cobaan seperti ini.Setelah terdiam beberapa saat, Tiffany berdiri. Kakinya terasa kesemutan. “Ibu, aku akan mengantarmu
Summer West batuk, lalu bersandar ke kursinya dengan lemas. “Tidak perlu, ayo pergi.”Saat mobil itu melaju, Jackson merasa sedikit kecewa. Dia sudah tak bisa menghitung berapa kali ibunya menelantarkannya seperti ini, tidak peduli situasi apa yang sedang dia hadapi. Dia bahkan pernah mengira kalau dia bukan anak kandung ibunya…“Turut berduka cita, ayahmu mungkin sudah pergi tapi kau tetap harus melanjutkan hidup dengan baik. Mengapa kau melakukan ini pada dirimu sendiri?” Jackson gagal menyembunyikan kekecewaannya, ditinggalkan ibunya saat dia mencoba menenangkan Tiffany.“Tuan West, aku mengerti kalau tidak ada yang pernah meninggal di keluargamu.” Tiffany memutar matanya padanya lalu berjalan di tengah hujan.Jackson menghela nafas lega mengetahui Tiffany sudah melupakan komentar lancang yang dia berikan padanya.Tidak ingin pulang dengan semua perasaan negatif ini, Tiffany pun pergi ke rumah Ethan. Yang dia butuhkan sekarang adalah kenyamanan. Kenyamanan…. Dari kekasihnya.
Air mata berlinang di matanya, tapi Tiffany berusaha untuk menahannya. “Hmm, aku tahu kalau Sasha ini akan sama saja sepertiku, kami bukanlah apa-apa selain batu loncatan untukmu. Bukannya marah, aku malah harusnya merasa kasihan padanya. Tatapanmu sangat dingin sedingin angin musim dingin. Itulah caramu menatapku sejak awal, aku hanya terlalu menuruti fantasiku sendiri. Kau tidak perlu mengganti uang apapun. Karena aku lah yang mau membayarnya, aku tidak punya hak untuk memintanya kembali. Terima kasih karena sudah mengajarkanku sebuah pelajaran, terima kasih karena telah memberikanku pukulan keras saat duniaku sedang runtuh. Kau benar-benar membuatku jijik!”Setelah mengatakan itu, dia berbalik dan pergi. Lalu air matanya mengalir di pipinya.Dia sudah memahami semuanya saat Ethan keluar dari kamar mandi. Hal pertama yang dia khawatirkan adalah bukan keadaannya yang basah kuyup karena kehujanan, tapi rahasia yang dia miliki di ponselnya. Kekecewaan ini terlalu dalam hingga dia tida