Helen mulai merasa kesal tapi dia menahan amarahnya. Biar bagaimanapun, dia telah bertahun-tahun menjadi istri seorang pria kaya itu berarti dia tidak boleh menunjukan amarahnya didepan umum.Tentu saja, Arianne tidak akan memohon pada Aery Kinsey. “Untuk apa aku memohon padamu? Aku tidak pernah diajarkan untuk merendahkan diriku sendiri pada orang yang tidak tahu sopan santun. Kalau ibumu tidak ada di sini. Aku pasti sudah mengira kalau kau tidak pernah diajarkan sopan santun.”Karena kesal, Aery mengambil kopi yang ada di meja dan mencoba untuk menyiram Arianne. Untungnya, Tiffany cukup cepat dan menarik Arianne tepat waktu. Tapi tetap saja, kopi itu tetap mengenai baju Tiffany walaupun hanya sedikit.Sikap Aery membuat Tiffany sangat kesal hingga dia tidak peduli lagi kalau mereka sedang di tempat umum. Dia mendorong Aery dengan keras dan berkata, “Coba lakukan lagi kalau kau berani?”Helen menjadi pucat karena ketakutan dan membentak. “Hentikan.”Mengingat sikap kompetitif Aer
Tiffany Lane tetaplah gadis yang lemah dibalik sikapnya yang riang. Dia tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya, maka dia agak panik. Dengan tangan yang gemetar, dia menekan nomor telepon Ethan di ponselnya.Ethan kebetulan sedang mematikan ponselnya. Lalu dia menelpon John Lane, ayahnya. Untungnya, teleponnya langsung tersambung. Tapi saat dia belum sempat mengatakan apa-apa, John buru-buru berkata, “Aku sedang rapat” lalu menutup teleponnya.Dia memukul stir mobilnya karena kesal. Lalu dia melihat sebuah pintu masuk parkir bawah tanah dan langsung melajukan mobilnya tanpa pikir panjang. Pencahayaan didalam sana agak redup jadi akan sangat sulit untuk menyetir disana jika orang tidak familiar dengan tempatnya.Tiffany tidak berani untuk menyetir terlalu kencang disini. Dia hanya mencoba peruntungan apakah dia akan menemukan lift jika dia bisa meninggalkan mobilnya di sana.Seperti yang sudah tertebak, mobil tadi mengikutinya ke tempat parkir. Saat mobil kian dekat, Tiffa
Jackson West tidak terlihat panik sama sekali. Dia melepaskan jas hitamnya. Dia mengangkat satu kakinya lalu pria di dekatnya pun terpental jauh hanya dengan satu tendangan.Tiffany sangat cemas hingga telapak tangannya berkeringat. Itu adalah satu lawan banyak. Sekarang Jackson ada di posisinya. Mereka akan habis jika Jackson kalah. Walaupun Jackson memiliki kaki yang panjang dan terlihat seperti petarung yang hebat, Tiffany tetap saja khawatir…Yang mengejutkannya, semua pria besar itu tergeletak di lantai dalam kurun waktu kurang dari lima menit saja. Jackson bahkan tidak menggunakan tinjunya. Kalau dia tidak berpacaran dengan Ethan, dia mungkin akan jatuh cinta pada Jackson.Setelah memastikan kalau pria-pria itu tidak bisa melukainya, Tiffany mengetuk kaca mobil dan mengisyaratkan Jackson untuk membuka kunci mobilnya.Jackson mengambil jas dari lantai, dan membuangnya lagi dengan jijik. Tiffany keluar dari mobil dan berseru dengan semangat! “Wauw kak. kau bahkan lebih hebat
Saat Tiffany akan pergi, tatapannya tertuju pada Ethan yang dengan santai menyalakan laptopnya lagi. Dia bahkan tidak mengantarnya sampai pintu.Dia mengambil nafas dalam setelah dia menutup pintu. Ini bukanlah pertama kalinya dia merasa lelah. Kali ini, rasa lelahnya terasa lebih kuat dari biasanya.…Di Kediaman Tremont, Arianne sama sekali tidak tahu apa yang terjadi pada Tiffany. Dia langsung pergi ke ruang kerjanya setelah membeli bahan-bahan lukis. Dia membersihkan ruangan dan ke lantai bawah saat Mary memanggilnya untuk makan malam.Dia sudah paham kalau setiap Mary memanggilnya “Nyonya.” itu berarti Mark ada dirumah.Dan benar saja, dia melihat Mark duduk di sofa, membalik-balikan majalah.“Waktunya makan malam,” ucap Arianne.Mark menutup majalahnya dan berjalan ke ruang makan. Dia tidak melihat padanya sama sekali.Arianne merasa aneh. Mereka baik-baik saja saat makan malam di kafe White Water Bay. tapi kenapa hari ini terasa tegang?“Ada apa?” tanya Arianne lembut.
Jantung Arianne berdebar kencang. Aroma tubuh Mark memenuhi indra penciumannya setiap kali dia menarik nafas. Aromanya sangat manis dengan sedikit sentuhan maskulinnya yang unik, bercampur dengan sedikit aroma alkohol. Ini membuat deru nafasnya menjadi cepat juga.Mark mendekatkan tubuhnya yang agak basah pada Arianne. Lalu dia merentangkan lengannya dan melingkarkannya pada pinggulnya. Hembusan nafas Arianne menjadi kacau. Mark menyadari kalau Arianne belum tidur, dia membalikan badan Arianne dan menindihnya. Lalu, dia langsung menemukan bibirnya.Dia teringat dengan rasa sakit pada malam waktu itu, dan bau alkohol yang menyengat dari tubuhnya membuatnya takut. Mark lalu menekan dada Arianne ke dadanya. “Kau mabuk…!”Mark menggenggam bahunya dan menjawab dengan suara serak dan dalam. “Penuhi kewajibanmu sebagai istri!”Arianne tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia terlalu takut untuk memejamkan matanya. Arianne mengerutkan kening sambil memandangi sosok yang ada diatasnya, Dia mengge
Arianne tidak bicara lagi, karena dia tahu bahwa Mark menyukai keheningan dan ketenangan saat makan. Bagi Mark, percakapan yang basa-basi sama saja seperti suara yang merusak mood.Pada jam sepuluh pagi, Brian mengirimkan gaun formal, sepatu hak, dan perhiasan. Arianne bergegas ke lantai atas untuk berdandan. Dia mencoba menata rambutnya untuk pertama kalinya. Ini akan membuatnya terlihat sedikit lebih dewasa; wajahnya selalu tampak muda dan kekanak-kanakan.Gaun formal itu ternyata sangat pas di badannya. Itu adalah gaun tube, yang sebenarnya tidak dia suka. Warnanya putih, meski tidak norak. Garis tepi gaun itu menutupi tepat setengah dari tumitnya.Mark mengingatkannya bahwa itu adalah tempat di luar ruangan sehingga dia akan harus mengenakan mantel tebal juga. Meskipun jarang turun salju selama beberapa hari terakhir, cuaca masih sangat dingin. Ketika Arianne menatap ke cermin, dia menyadari bahwa lehernya menampilkan sebuah tanda cupangan. Dia tersipu ketika dia mencoba menyemb
Tiffany menarik pergelangan tangannya. “Kemarilah. ayo pergi dari sini!Arianne tidak mengerti. “Kau harus jelaskan ini padaku… aku tidak bisa pergi begitu saja. Mark akan marah kalau aku pergi…”“Dia bahkan tidak peduli jika kau hidup atau mati. Kenapa kau harus peduli kalau dia akan marah? Aku bisa dengan mudahnya memahami isi kepalanya. Dia tidak mencintaimu, dia hanya menyiksamu! Dia ingin merenggut hidupmu!” Tiffany tidak bisa menahan kekesalannya lagi.Arianne bingung melihat reaksinya. “Tiffie… apa yang kau katakan?”Tiffany merasa bingung dan juga kesal. “Apa kau tahu ini pesta pertunangan siapa? Will Sivan! Aku tidak mau memberitahumu. Aku baru tahu saat aku bicara dengan Will kemarin. Bagaimana mungkin Mark tidak mengetahui hal ini? Dia dengan sengaja membawamu kesini, apakah dia ingin melihatmu hancur? Atau dia ingin memprovokasi Will? Aku tidak tahu apakah kau mencintai Will atau tidak, tapi Will mencintaimu. Dia menyetujui perjodohan ini hanya agar dia bisa kembali ke
Arianne tidak hanya berhasil menahan air matanya, dia bahkan tersenyum. Dia khawatir kalau air matanya akan membawa keburukan pada acara pertunangan Will. maka, dia berusaha keras untuk tersenyum…Setidaknya tunangannya sangat cantik. Dia adalah pasangan yang cocok untuk keluarga Sivan. Dia berharap kalau Will akan hidup bahagia.Tiba-tiba, tatapan Will tertuju pada Arianne. Senyuman diwajah Will langsung pudar. Mata yang bersinar bak sinar bintang itu langsung tersapu oleh kesedihan.Mereka saling bertatapan selama dua detik sebelum Arianne buru-buru memalingkan pandangannya. Dia tidak memiliki keberanian untuk menatap mata Will.“Ari.” Tiffany menggertakan giginya dengan kesal. “Kalau aku tidak salah, gaun pengantin yang dipakai tunangan Will… adalah desain buatanmu. Mark Tremont benar-benar… terlalu kejam!”Arianne akhirnya menyadarinya. Itu benar. Sejak awal dia sudah mengira kalau Mark mengajaknya ke peragaan busana karena desain buatannya akan diperagakan. Kebetulan, dia men