Saat Tiffany akan pergi, tatapannya tertuju pada Ethan yang dengan santai menyalakan laptopnya lagi. Dia bahkan tidak mengantarnya sampai pintu.Dia mengambil nafas dalam setelah dia menutup pintu. Ini bukanlah pertama kalinya dia merasa lelah. Kali ini, rasa lelahnya terasa lebih kuat dari biasanya.…Di Kediaman Tremont, Arianne sama sekali tidak tahu apa yang terjadi pada Tiffany. Dia langsung pergi ke ruang kerjanya setelah membeli bahan-bahan lukis. Dia membersihkan ruangan dan ke lantai bawah saat Mary memanggilnya untuk makan malam.Dia sudah paham kalau setiap Mary memanggilnya “Nyonya.” itu berarti Mark ada dirumah.Dan benar saja, dia melihat Mark duduk di sofa, membalik-balikan majalah.“Waktunya makan malam,” ucap Arianne.Mark menutup majalahnya dan berjalan ke ruang makan. Dia tidak melihat padanya sama sekali.Arianne merasa aneh. Mereka baik-baik saja saat makan malam di kafe White Water Bay. tapi kenapa hari ini terasa tegang?“Ada apa?” tanya Arianne lembut.
Jantung Arianne berdebar kencang. Aroma tubuh Mark memenuhi indra penciumannya setiap kali dia menarik nafas. Aromanya sangat manis dengan sedikit sentuhan maskulinnya yang unik, bercampur dengan sedikit aroma alkohol. Ini membuat deru nafasnya menjadi cepat juga.Mark mendekatkan tubuhnya yang agak basah pada Arianne. Lalu dia merentangkan lengannya dan melingkarkannya pada pinggulnya. Hembusan nafas Arianne menjadi kacau. Mark menyadari kalau Arianne belum tidur, dia membalikan badan Arianne dan menindihnya. Lalu, dia langsung menemukan bibirnya.Dia teringat dengan rasa sakit pada malam waktu itu, dan bau alkohol yang menyengat dari tubuhnya membuatnya takut. Mark lalu menekan dada Arianne ke dadanya. “Kau mabuk…!”Mark menggenggam bahunya dan menjawab dengan suara serak dan dalam. “Penuhi kewajibanmu sebagai istri!”Arianne tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia terlalu takut untuk memejamkan matanya. Arianne mengerutkan kening sambil memandangi sosok yang ada diatasnya, Dia mengge
Arianne tidak bicara lagi, karena dia tahu bahwa Mark menyukai keheningan dan ketenangan saat makan. Bagi Mark, percakapan yang basa-basi sama saja seperti suara yang merusak mood.Pada jam sepuluh pagi, Brian mengirimkan gaun formal, sepatu hak, dan perhiasan. Arianne bergegas ke lantai atas untuk berdandan. Dia mencoba menata rambutnya untuk pertama kalinya. Ini akan membuatnya terlihat sedikit lebih dewasa; wajahnya selalu tampak muda dan kekanak-kanakan.Gaun formal itu ternyata sangat pas di badannya. Itu adalah gaun tube, yang sebenarnya tidak dia suka. Warnanya putih, meski tidak norak. Garis tepi gaun itu menutupi tepat setengah dari tumitnya.Mark mengingatkannya bahwa itu adalah tempat di luar ruangan sehingga dia akan harus mengenakan mantel tebal juga. Meskipun jarang turun salju selama beberapa hari terakhir, cuaca masih sangat dingin. Ketika Arianne menatap ke cermin, dia menyadari bahwa lehernya menampilkan sebuah tanda cupangan. Dia tersipu ketika dia mencoba menyemb
Tiffany menarik pergelangan tangannya. “Kemarilah. ayo pergi dari sini!Arianne tidak mengerti. “Kau harus jelaskan ini padaku… aku tidak bisa pergi begitu saja. Mark akan marah kalau aku pergi…”“Dia bahkan tidak peduli jika kau hidup atau mati. Kenapa kau harus peduli kalau dia akan marah? Aku bisa dengan mudahnya memahami isi kepalanya. Dia tidak mencintaimu, dia hanya menyiksamu! Dia ingin merenggut hidupmu!” Tiffany tidak bisa menahan kekesalannya lagi.Arianne bingung melihat reaksinya. “Tiffie… apa yang kau katakan?”Tiffany merasa bingung dan juga kesal. “Apa kau tahu ini pesta pertunangan siapa? Will Sivan! Aku tidak mau memberitahumu. Aku baru tahu saat aku bicara dengan Will kemarin. Bagaimana mungkin Mark tidak mengetahui hal ini? Dia dengan sengaja membawamu kesini, apakah dia ingin melihatmu hancur? Atau dia ingin memprovokasi Will? Aku tidak tahu apakah kau mencintai Will atau tidak, tapi Will mencintaimu. Dia menyetujui perjodohan ini hanya agar dia bisa kembali ke
Arianne tidak hanya berhasil menahan air matanya, dia bahkan tersenyum. Dia khawatir kalau air matanya akan membawa keburukan pada acara pertunangan Will. maka, dia berusaha keras untuk tersenyum…Setidaknya tunangannya sangat cantik. Dia adalah pasangan yang cocok untuk keluarga Sivan. Dia berharap kalau Will akan hidup bahagia.Tiba-tiba, tatapan Will tertuju pada Arianne. Senyuman diwajah Will langsung pudar. Mata yang bersinar bak sinar bintang itu langsung tersapu oleh kesedihan.Mereka saling bertatapan selama dua detik sebelum Arianne buru-buru memalingkan pandangannya. Dia tidak memiliki keberanian untuk menatap mata Will.“Ari.” Tiffany menggertakan giginya dengan kesal. “Kalau aku tidak salah, gaun pengantin yang dipakai tunangan Will… adalah desain buatanmu. Mark Tremont benar-benar… terlalu kejam!”Arianne akhirnya menyadarinya. Itu benar. Sejak awal dia sudah mengira kalau Mark mengajaknya ke peragaan busana karena desain buatannya akan diperagakan. Kebetulan, dia men
Tak disangka, Mark tetap tenang, tapi Jackson merasa kaget. Dia menarik Tiffany. “Kau lebih baik tutup mulutmu gadis kecil. Ini bukan urusanmu. Ayo pergi!”Seberapa kuat Tiffany mencoba untuk berontak, Jackson masih menyeretnya dengan paksa. Tiffany pun menggigit pergelangan tangannya hingga berdarah.Jackson merasa marah dan geli. “Kau ini apa? Anjing?”Tiffany memelototinya, “Aku bukan anjing, tapi aku tidak masalah menjadi anjing setiap aku melihatmu. Kau sama bajingannya seperti Mark Tremont!”Jackson merasa terhina tapi dia tidak bisa membela dirinya. “Baiklah, baiklah. Kau bisa berpikir sesukamu, selama itu membuatmu senang.”Arianne menunjukan rasa tidak puas dan kemarahan pada Mark lalu dia menarik lengannya, “Aku mau pulang sekarang. Haruskah kita pulang bersama? Atau mungkin aku bisa pulang duluan saja, dan kau tetap disini bersama Aery?”Mark menatap matanya untuk yang pertama kali, dia tidak mampu membaca emosi pada Arianne. “Ayo pergi.”Arianne berjaga jarak saat m
Tiffany memberikan alamat pada Arianne. Dan dia langsung mengganti pakaian di atas. Saat dia akan pergi, Henry menghentikannya. “Nyonya, tuan sudah memerintahkan kalau kau tidak boleh keluar hingga dia kembali.”Arianne menggigit bibirnya. Dia adalah istri dari Mark Tremont bukan seekor burung dalam sangkar. Dia memiliki hak untuk pergi dan bertemu siapapun yang dia mau. Tidak ada yang boleh merebut kebebasannya!“Paman Henry, aku hanya akan bertemu teman perempuanku. Aku akan segera pulang , jangan beritahu Mark. bahkan jika dia tahu, aku akan menerima konsekuensinya,” Ucapnya dengan suara memohon.Paman Henry merasa bimbang. Dia sudah menjaga Arianne dan Mark sejak mereka anak-anak. Dan terkadang, ada baiknya jika dia tidak terlalu ketat pada nya. “Kau begitu kembalilah secepatnya. Tuan mungkin saja akan menelpon dan aku akan ada dalam posisi sulit.”Arianne merasa tersentuh. “Terima kasih paman Henry…”Pelayan Henry sudah melayani keluarga Tremont seumur hidupnya. Itu sangat
Arianne menebak kalau Mark langsung buru-buru pulang karena dia mendengar bahwa dia sudah pergi keluar rumah hingga larut malam.Dia merapikan pakaiannya dan berjalan ke dalam, bersiap untuk dimarahi.Saat dia masuk, para pelayan berbaris di ruang tamu, Henry, Mary dan pelayan lain berdiri di ruang tamu. Henry melihat ke arah Arianne, lalu menghela nafas dan tidak mengatakan apapun.Dia mengambil nafas dalam dan berkata, “Tidak apa-apa. Aku akan menjelaskan padanya.”“Tuan sedang dalam mood yang buruk setelah minum-minum. Kau sebaiknya hati-hati…” Ucap Mary memperingatkannya.Arianne tersenyum dan bergegas ke atas, pintu kamarnya terbuka. Mark Tremont sedang duduk di kursi depan jendela dengan rokok di jari-jarinya. Asap memenuhi kamar itu dan sosoknya terlihat sedikit samar-samar.Dia masih mengenakan kemejanya, yang berarti dia belum lama kembali. Arianne menghampirinya dan menawarkan teh padanya. “Tiffie sedang sedih dan mabuk. Aku langsung kembali ke rumah setelah mengantarnya