Di salah satu hari menjelang musim dingin tiba, Desa Kanomiyama mendapatkan kunjungan dari Oda Toshihiro bersama dengan seorang koki Kastil bernama Hirokawa Fuji. Kedatangan mereka tak lain untuk membantu para masyarakat ditengah kesibukan mempersiapkan persediaan musim dingin. Karena siapapun di desa itu tahu jika musim dingin akan menjadi mimpi buruk karena mereka akan kesulitan berburu dan mengumpulkan kayu bakar. Terutama karena di tahun 1586, hutan menjadi tempat berbahaya yang dapat merenggut nyawa."Baiklah semuanya, hari ini kita akan mempraktikan cara memasak bebek yakitori dan manjuu babi hutan, cara ini sangat mudah dan kalian bisa memasaknya lain waktu."Fuji, sang koki istana mengangkat pisau daging lalu menghantamkannya ke arah bebek yang telah dibersihkan. Seluruh penduduk mengangguk-anggukan kepala mereka setiap kali mendengar penjelasan dari Fuji. Entah memang paham atau hanya mengikuti saja.Sebagai seorang koki kastil, keahlian Fuji tak diragukan lagi. Dalam waktu y
Terputusnya panggilan video membuat Kevin yang semula memasang tampang ceria kembali menjadi datar. Pandangannya menatap nanar ke ponsel yang telah menghitam sebelum beralih ke arah jendela. Menatap pemandangan dari luar, cukup banyak orang-orang berlalu lalang. Kebanyakan berpakaian seperti dirinya sedangkan yang lain berjas putih dan rapi. Lumayan membosankan tinggal disini, walaupun belum sampai seminggu. Rasanya Kevin ingin cepat-cepat keluar dari Rumah sakit sialan ini.Tempat yang katanya mampu membuatnya sembuh lebih cepat nyatanya hanya penjara yang mengekangnya hingga tak bisa bergerak leluasa. Di tambah dengan tangan kanan yang masih sangat sakit untuk di gerakan. Bagaimanapun juga dia tak bisa memaafkan pelaku di balik kejadian ini. Siapa lagi kalau bukan Tiara. Gadis itu sangat mencurigakan. Dan, sialnya mampu berpura-pura seolah tak terjadi apapun di depan Nia."Padahal mereka terlihat dekat," gumam Kevin. Banyak hal tak terduga yang tak bisa dia cari jawabannya. Tiara ta
Sepanjang jalan hanya diisi oleh keheningan. Juga langkah kaki mereka yang berjalan berurutan. Dua orang – lelaki dan wanita – berpakaian lebih kompleks dari yang lain memimpin, diikuti oleh tentara Germany yang menyasar, dan terakhir para tentara lainnya.Dua Germany masih tak habis pikir dengan ketenangan di tempat ini. Jauh dari kebisingan, jauh dari kerusuhan, jauh dari kata ‘Perang’. Pikiran mereka bertanya-tanya, bagaimana bisa ada tempat damai seperti ini di tengah-tengah peperangan? Mereka terhanyut dalam keasyikan batin sampai lupa untuk mengenalkan diri pada orang-orang baru ini.“Eum... Namaku Ronald, Nona?” Ronald menjadi yang pertama mengenalkan diri. Dia mengelap tangannya sendiri sebelum mengulurkannya ke arah wanita berkarisma di depannya.Si wanita menoleh, menatap uluran tangan, lalu tersenyum. “Fan, dan kau tak perlu memanggilku Nona.”“Ah... yah, Fan.” Ronald mengulangi nama itu untuk mengusir kecanggungan.“Kalau kau bermaksud mendekatinya, kau salah orang Bung! D
Three thousand years ago, an event occurred that would change history. The Earth is about to experience an apocalypse when a meteor shower hits. The cause was a collision between two giant meteors in space adjacent to the Earth’s orbital line. Almost 80% of living things on Earth died. But it was not the only impact of the meteor shower of the time. Anyone who can survive will have tremendous strength. The power of the so-called Odd Eye Circle (OEC) or another name for Tyr Gods Syndrome. Each owner of this power can manipulate human brains to kill each other or something that normal humans cannot think of. Anyone with an Odd Eye Circle has a characteristic: their two eyeballs have different colors. That is what distinguishes them from ordinary people.Tears filled the entire room. The nurse immediately cleans the innocent baby, who is full of blood. Soon, a man appeared in the delivery room.“How are my wife and son?”“Your son is safe, Sir...” The nurse stopped her speech as doubt cl
BRUUK!Theo’s body was kicked hard by one of the boys until his back hit a tree. Theo grimaced. His back was hot and sore at the same time. His body hit the tree trunk so hard that Theo felt that part of his back was broken. With the energy still left, Theo tried to get up while holding on to the tree trunk.“Tie him up! Don’t let the monster loose!” said Wyatt, the boy who kicked Theo.The other boy quickly picked up Theo’s body. One of them carried a rope used to tie Theo’s body to a tree trunk. Theo can no longer escape or avoid the ball kick that leads to him. He practically incarnated into a shooting target.Wyatt now grabbed the football and put it with Theo’s body one way. He is alert for a while, takes a run-up so that his shot does not miss, and has excellent strength. “Hahaha! I’ll finish you, ugly monster!” Along with the shout, Wyatt put his foot on the ball instantly, making the ball bounce at high speed and hit Theo’s solar plexus.“COUGH!”“Yeah! Nice shot!” shouted Wya
One year laterThe night is not the end of the day. Quite the opposite. The setting sun is a sign that another new life is about to begin. Life isn’t warmer during the day. A whole life of cruel cruelty. It sounds dangerous, but it’s the real meaning of life. It’s as if nature as a living being is tested when surviving in this cruel world.“Hey! Fight him!”“Kill that red half-eye!”“No, surely the one who wins is the odd eye!”“I bet fifty bucks if the Reds win.”“I bet you one hundred bucks if that red-eye dies!”The crowd’s cheers at that time were increasingly thundering around the arena with two figures in the middle. One was a red half-eye boy whose face was already too battered. His shoulders went up and down due to irregular breathing. The boy was none other than Theodore. The boy who escaped from the orphanage now has to go through a cruel, actual life full of suffering. He has to be a street fighter to eat. No matter how much his body hurts, he doesn’t care. Because this is
Teeeng! When the bell rang, two people rushed directly at each other. They hit each other, and they want to knock each other out. Or just one of the most ambitious men to hit. Because it turns out Theodore looks more limp than usual. He also cannot move steadily and tends to falter. His face was pale with dull black eyes. Moreover, his scars still adorn his face. He looks like a Walking Dead Man. BUUGH! BUGGHH!Blow after blow floated across his face. Instantly making Theodore falter and fall to cross the boundary line. Everyone cheered on the victory of the other wrestlers. Some cursed Theo for losing. They don’t care about the helplessness, Theo.Theo knows he won’t get paid for losing the match, so he can only walk out hard. Theo felt pain all over his body; the wounds from the previous match were still not healed, and he had no money for treatment. All he had was a piece of bread left over two days ago. Not knowing if it was still edible, Theo had no choice but to eat it or fai
The backyard of the orphanage building was filled with boys who were enjoying playing soccer while laughing. They all seem to be enjoying the game. As if they were very far from the cruelty of the world. As if the color of their eyes was not a sign of danger at all.Theo watched silently behind the window of his room. His gaze glanced far out there while his mind was out of place. His little fingers trembled as he watched how the soccer ball was being kicked around by the kids out there. It was like a whip that reminded him of the dark memories of when he was still in his old orphanage. A place he initially thought of as home but found to be nothing more than a hell full of torment.When his body becomes the target of a kick by a soccer ball. Until he almost died because his neck was injured.Theo spontaneously stroked a very noticeable scar on the surface of his neck. It's been a while. The wound has also dried up. But, Theo still clearly remembers the pain he felt. Also how the bodi
Sepanjang jalan hanya diisi oleh keheningan. Juga langkah kaki mereka yang berjalan berurutan. Dua orang – lelaki dan wanita – berpakaian lebih kompleks dari yang lain memimpin, diikuti oleh tentara Germany yang menyasar, dan terakhir para tentara lainnya.Dua Germany masih tak habis pikir dengan ketenangan di tempat ini. Jauh dari kebisingan, jauh dari kerusuhan, jauh dari kata ‘Perang’. Pikiran mereka bertanya-tanya, bagaimana bisa ada tempat damai seperti ini di tengah-tengah peperangan? Mereka terhanyut dalam keasyikan batin sampai lupa untuk mengenalkan diri pada orang-orang baru ini.“Eum... Namaku Ronald, Nona?” Ronald menjadi yang pertama mengenalkan diri. Dia mengelap tangannya sendiri sebelum mengulurkannya ke arah wanita berkarisma di depannya.Si wanita menoleh, menatap uluran tangan, lalu tersenyum. “Fan, dan kau tak perlu memanggilku Nona.”“Ah... yah, Fan.” Ronald mengulangi nama itu untuk mengusir kecanggungan.“Kalau kau bermaksud mendekatinya, kau salah orang Bung! D
Terputusnya panggilan video membuat Kevin yang semula memasang tampang ceria kembali menjadi datar. Pandangannya menatap nanar ke ponsel yang telah menghitam sebelum beralih ke arah jendela. Menatap pemandangan dari luar, cukup banyak orang-orang berlalu lalang. Kebanyakan berpakaian seperti dirinya sedangkan yang lain berjas putih dan rapi. Lumayan membosankan tinggal disini, walaupun belum sampai seminggu. Rasanya Kevin ingin cepat-cepat keluar dari Rumah sakit sialan ini.Tempat yang katanya mampu membuatnya sembuh lebih cepat nyatanya hanya penjara yang mengekangnya hingga tak bisa bergerak leluasa. Di tambah dengan tangan kanan yang masih sangat sakit untuk di gerakan. Bagaimanapun juga dia tak bisa memaafkan pelaku di balik kejadian ini. Siapa lagi kalau bukan Tiara. Gadis itu sangat mencurigakan. Dan, sialnya mampu berpura-pura seolah tak terjadi apapun di depan Nia."Padahal mereka terlihat dekat," gumam Kevin. Banyak hal tak terduga yang tak bisa dia cari jawabannya. Tiara ta
Di salah satu hari menjelang musim dingin tiba, Desa Kanomiyama mendapatkan kunjungan dari Oda Toshihiro bersama dengan seorang koki Kastil bernama Hirokawa Fuji. Kedatangan mereka tak lain untuk membantu para masyarakat ditengah kesibukan mempersiapkan persediaan musim dingin. Karena siapapun di desa itu tahu jika musim dingin akan menjadi mimpi buruk karena mereka akan kesulitan berburu dan mengumpulkan kayu bakar. Terutama karena di tahun 1586, hutan menjadi tempat berbahaya yang dapat merenggut nyawa."Baiklah semuanya, hari ini kita akan mempraktikan cara memasak bebek yakitori dan manjuu babi hutan, cara ini sangat mudah dan kalian bisa memasaknya lain waktu."Fuji, sang koki istana mengangkat pisau daging lalu menghantamkannya ke arah bebek yang telah dibersihkan. Seluruh penduduk mengangguk-anggukan kepala mereka setiap kali mendengar penjelasan dari Fuji. Entah memang paham atau hanya mengikuti saja.Sebagai seorang koki kastil, keahlian Fuji tak diragukan lagi. Dalam waktu y
TAK! TAK! TAK!Ujung tajam pisau bergerak dengan cepat, memotong kentang di atas talenan kayu, membentuknya menjadi kecil memanjang. Suasana di dalam dapur terasa pekat akan keheningan. Tampak seorang gadis muda sedang menyibukkan diri dengan membuat hidangan lezat lainnya.“Apa semua sudah aman terkendali, Orion?” tanya seorang pria paruh baya dengan kumis putih di wajahnya. Dia adalah Butler yang bertugas mengawasi pekerjaan para Maid lain. Termasuk pada gadis yang tengah memotong-motong kentang tersebut.Orion – Maid muda – menatap tanpa ekspresi tertentu. “Makan siang akan siap sebentar lagi, Tuan Steve.”“Bagus lah kalau begitu.” Steve – si Butler – tersenyum. “Apakah ada yang perlu kau butuh kan lagi?”“Tidak ada, semua sudah aman terkendali.”“Tuan Arthur tak suka –”“Daun bawang, bukan?” Orion memotong ucapan Steve sebelum pria itu menyelesaikannya. “Dan tak ada daun bawang pada sebuah Poutine.”Steve membuka mulutnya, hendak menyangkal sebelum akhirnya dia menyadari satu hal.
“Dan.....?” desak Isafuyu.“Dan... tekun dalam berlatih.”“Dan....?”Nira mengernyitkan alis. Isafuyu terus meminta penjelasan meskipun dia telah menjawab seperti apa yang dia pikirkan. Tetapi, Nira tetap melakukan apa yang diminta Isafuyu meski dalam keadaan bingung.“Dan... pintar?”“Ah, ayolah! Apa kamu tak bisa berbicara dengan jujur?!”“Sssttt!!”Dan Isafuyu langsung mendapat hardikkan dari penjaga perpustakaan yang berada tak jauh dari mereka. Tak hanya itu saja, seluruh pasang mata pengunjung perpustakaan serentak menatap tajam ke arah mereka.“Jangan berisik Issa.” Nira mengingatkan.“Ugh...” Isafuyu menggigit bibirnya. “Kalau begitu, lebih baik kita pindah tempat saja!”Sebelum Nira melayangkan protes, Isafuyu sudah lebih dulu menarik tangannya, keluar dari perpustakaan. Wilayah sekolah masih tampak ramai oleh murid-murid yang sedang menghabiskan waktu istirahat dengan makan atau pun sekedar mengobrol. Tak banyak tempat yang masih sepi, sehingga Isafuyu memutar otaknya lebih
Seorang gadis berambut Electric blue tengah berjalan menuju sebuah bangunan megah di ujung jalan. Hari masih terlalu pagi – matahari bahkan belum cukup menapaki kaki langit – sehingga hanya terlihat rinai kekuningan bercampur biru. Udara dingin berembus meniup helaian rambut Electric blue, membuatnya sedikit berantakan sehingga gadis itu harus beberapa kali merapikannya. Waktu telah berjalan sekitar seminggu sejak pertama kali dirinya menjejakkan kaki ke sekolah ini.“Pagi Nira-san!” sapa seorang pria berambut panjang menepuk pundaknya.Nira Naeve – si gadis berambut Electric blue – berjingkat karena terkejut. Dia langsung menundukkan wajahnya begitu mendapati siapa gerangan yang memanggilnya tadi.“Pagi Izayoi-san.”“Kamu berangkat sangat pagi yah, benar-benar anak yang rajin!”“Ti... tidak serajin itu kok.”Nira merapikan rambut panjangnya yang menjuntai, tetapi lumayan susah karena dia terus menerus menunduk sehingga helaian rambutnya kembali jatuh.“Eh, sebentar.”Nira membeku saa
“Hey, it’s okay..” Unsuur berusaha menenangkan pembangun. Sekalipun perasaan getir menggaung dalam hatinya. Respon pembangun menjelaskan bahwa dia telah melupakan segala hal yang terjadi semalam setelah muntah. Begitu juga dengan ciuman singkat mereka.‘Memang apa yang aku harapkan? Dia hanya mabuk bukannya menanggapi dengan serius.’“Unsuur.”“Yeah...”Pembangun menunduk. Meski begitu, Unsuur dapat menemukan semburat rona yang menjalar dari wajah hingga telinga pembangun. Dia tengah bersemu. Tetapi keheningan ini membuat Unsuur merasa gelisah. Kalau-kalau pembangun malah mengingat hal yang tak mengenakan. Seperti...“Semalam, entah kenapa aku merasakan sesuatu yang lembut menempel di bibirku.”BADUM!“Kau yakin?”Pembangun mengedikkan bahu. “Entahlah... tak begitu yakin.”“Jika merasa tak enak, lebih baik lupakan saja.”“Tapi –”“Makanlah bubur itu, setelah itu akan ku antar kau pulang.”Dan Unsuur keluar dari kamar, meninggalkan pembangun di dalam kamarnya.‘Semestaku terhisap luban
Pembangun menggeleng, hidungnya menggesek tengkuk Unsuur, membuat Unsuur merinding seketika. “Rasanya sangat bosan menari tanpamu.”“Lalu, kau mau bagaimana?”Pembangun terkekeh kecil. “Menarilah bersamaku~”“Tapi aku tak pandai menari.”Pembangun melepaskan pelukannya, menjadikan Unsuur menoleh ke belakang untuk meringankan rasa penasarannya. Kini pembangun berwajah masam, kecewa atas sikap Unsuur yang menolak ajakannya. Tetapi alih-alih merasa ketakutan, Unsuur justru mengulum senyum. ‘Dia sangat menggemaskan~’ Unsuur membatin.“Ayo lah... biarkan aku mengajarimu caranya menari~”“Tapi –”Sebelum Unsuur menolak, pembangun sudah menarik tangannya. Dan Unsuur hanya bisa pasrah ketika dibawa ke tengah-tengah lantai dansa. Pandangannya terfokus ke arah tautan tangan mereka. Jari-jemari lembut pembangun menggenggam tangannya. Melihat itu membuat Unsuur menjadi lumayan tenang. Mungkinkah ini kekuatan cinta?“Ikuti saja musiknya.”Unsuur menelengkan kepala ke musik berasal. Kini lagu berte
Matahari berkilau terang sekali menggantung di langit. Musim panas tak main-main kali ini. Membangkitkan jiwa-jiwa penuh semangat yang tak berhenti untuk bergerak maju. Berbanding terbalik dengan seseorang yang duduk termenung di bawah pohon.“Hari ini tampak cerah bukan?” katanya dengan pandangan kosong. “Benar-benar cerah, tapi kenapa aku merasa kosong di sini. Seperti bukan diriku yang biasa. Aku merasa terlupakan sesaat. Seperti roda yang tiba-tiba berhenti, begitu juga dengan waktu yang berhenti berputar. Padahal Sandrok sedang aman tapi...”“Apa kau baik-baik saja, unsuur?”Yup, laki-laki itu adalah Unsuur. Sang kapten civil corp yang tak pernah sekalipun melupakan kewajibannya untuk membawa kedamaian di Sandrok. Kota kecil dengan penduduk yang saling mengenal satu sama lain.“Aku baik-baik saja, hanya saja...” Unsuur mengambil batu yang ada di dekatnya. “Aku merasa batu ini lebih berguna daripada keberadaanku.”“Jangan konyol!”Unsuur meringis. “Maaf, tak akan ku ulangi lagi.”