Hariku semakin sibuk. Tanggapan rancangan Prehistoric diluar dugaan. Tidak hanya dari pembeli saja, tetapi juga mendapatkan apresiasi dari organisasi pengusaha furnitur di negara ini. Rancangan ini mendapat penghargaan The Best Furniture Design di tahun ini. Galeri semakin banyak yang mengunjungi. Apalagi, produk ini dimuat di tabloid bulanan mereka yang disebar ke seluruh dunia. Kami pun tidak mengira begini jadinya. Apalagi ada review dari pelanggan yang ternyata dia adalah designer terkenal tingkat dunia. Bahkan, aku tidak tahu dia yang aku temui dan memborong pajangan di galeri mempunyai pengaruh besar. Atas rekomendasinyalah, banyak pelanggan-pelanggan baru.Email penuh dengan permintaan pesanan. Dari meminta untuk gabung di projek ataupun sekedar mengisi rumah pribadi. Kami benar-benar kewalahan. Beruntung ada Litu yang siap selalu. Dibantu pihak produksi di Jogjakarta dan Klaten. Litu kelihatan sekalai bersemangat. Walaupun sering terlihat raut mukanya yang serius dan teg
DUA TAHUN KEMUDIAN"Terima kasih, Rani. Sudah lengkap, kebahagiaan yang kau berikan."Mas Suma mengecup dalam dahiku dengan lembut. Dirapikannya rambut ini yang masih basah dengan keringat. Senyumannya sudah terlihat dari kecemasannya ketika mendampingiku dalam kesakitan yang teramat sangat. Sesekali dia mengusap telapak tangannya yang memerah, bekas genggaman kuat tanganku yang mencari kekuatan darinya, tadi.Masih terasa lelah dan lemas yang aku rasa, setelah beberapa jam aku bergulat dengan kekuatan untuk mengantarkannya ke dunia ini.Tangisan pertamanya, menerbitkan senyum kebahagiaan di wajah kami. Anindita Adijaya, putri kami lahir dengan selamat secara normal. Dia adalah anak kedua kami, adik dari Daniswara Adijaya. Dalam dua tahun kami sudah dikaruniai dua anak. Ngebut, kata Mas Suma."Mas Suma, aku seperti kucing, ya. Setiap tahun melahirkan," ucapku bercanda.Adik Amelia, yang lahir tahun kemarin, laki-laki. Kami memberi nama Daniswara Adijaya. Dan, sekarang bayi cantik
"Sudah malam, Ran. Tidur, yuk," ucapnya menghentikan aktifitasku.Aku mengecek email yang setiap harinya dikirim oleh Aitu. Laporan gallery yang hari demi hari mulai kewalahan mendapatkan order.Produksi kami lempar ke pabrik di Klaten dan di Jogja. Sempat keteteran, karena terbentur dengan jadwal yang sering tidak tepat."Iya Mas Suma, aku hanya membaca laporan sebentar. Buat meeting besuk dengan Aitu," ucapku sambil menutup laptop dan merapikannya di meja.Baby Danis dan Baby Anin tidur di kamar masing-masing bersama mbak perawatnya. Untuk Anin, tetap minum ASI dan sesekali diberikan dot berisi ASI perahanku. Seperti, malam ini."Sini, Ran. Aku ingin peluk!" ucapnya memelukku dari belakang. Berdua kami menatap cermin lebar di depan kami."Mas Suma, aku gendutan, ya. Perutku juga menggelambir. Kamu tidak jijik, lihat penampilanku seperti ini?" Tidak ada jawaban, malah terganti dengan dengusan hangat menyapu leherku. "Kamu tahu tidak, wanita kelihatan tambah cantik ketika habis mela
"Kalian kenapa berkumpul di sini semua? Nemenin Mama, ya?" Mas Suma yang kembali dari kantor heran, melihat kami semua ngumpul di ruang kerja.Ruangan ini berubah menjadi penampungan sementara. Wisnu dengan laptopnya, dia lagi mengerjakan tugas kuliahnya. Baby Danis main di dalam tenda potable berisi mainan bola, dan boneka. Sedangkan Baby Anin tidur di pangkuanku. Dan, Amelia main ponsel dengan camilan setoples di sampingnya.Sejenak mereka menghentikan aktifitasnya dan menghampiri Mas Suma untuk salim dan kembali ke formasi semula."Mas Suma sudah kembali. Sudah selesai meeting proyek yang untuk di Bali?" tanyaku sambil berdiri menyambutnya. Mas Suma menjawab dengan acungan jempol. Dia langsung menunduk mencium pipi Baby Anin dengan lembut. Yang dicium senyum sedikit, badannya menggeliat tetapi mata masih terpejam. Mas Suma tersenyum gemas."Dia baru tidur, kekenyangan minum ASI," ucapku seraya mengelus kepala suamiku ini dan mendorong menjauh. Sebelum kegemasannya bertambah, bias
Yang terlihat pertama, ada kotak bening yang di atas buffet kayu. Dalam kotak itu keluar cahaya dan ada yang bergerak-gerak di dalamnya. Seperti ada yang mondar-mandir.Berlahan, dari segala arah dalam kotak cahaya mulai menerang dan memperjelas apa yang ada dalam kotak."Aquarium!" teriak Amelia dan berlari mendekat.Bukan kotak ternyata, tetapi aquarium berbentuk curve. Kami bersamaan mendekat, serasa seperti masuk di dunia air, yang dikelilingi dengan ikan yang warna-warni. Dekorasi didalamnya kelihatan alami, ada tumbuh-tumbuhan dan menyembul dari dahan dan bebatuan. Ikanpun ada bermacam ukuran dan warna.Baby Danis kegirangan melihatnya, dia berusaha menempelkan tangannya ke arah ikan-ikan yang mondar-mandir. "Pis ... pis ... ," celotehnya. Yang dia maksud fish. Sedangkan, Baby Anin, hanya mengerjap-ngerjapkan mata dan menendang-nendang kakinya. Mertuaku ini, benar-benar perhatian dengan cucunya. Memberi hadiah yang ada edukasinya."Ma! Ada lobster!" teriak Amelia menunjuk l
'Suamiku ... suamiku, walaupun menggerutu tapi, mau bangun juga.'My Lovely Coach, stand by 24 jam.*"Sudah! Ayo kita mulai!" kata Mas Suma yang duduk di depan lap top.Setelah membersihkan badan dan salat berjamaah, kami sudah siap untuk diskusi."Semangat ...!" teriaknya lagi, entah karena ingin menyemangatiku atau mengusir rasa kantuknya. Sementara, aku abaikan ya, Suami.Aku tadi terbangun jam setelah tiga pagi.Di luar masih gelap.Setelah tahajut, langsung menuangkan ide di laptop. Bangun jam segitu, membuat otakku lebih jernih. Aku langsung duduk di sebelahnya, siap presentasi ke suamiku ini. Grogi juga ya, di depanku seorang Direktur Utama Adijaya Group. 'Bismillahirrohmanirrohim'"Masalah pertama, menentukan pangsa pasar. Setelah aku pikirkan, lebih baik difokuskan kepada end user saja. Sesuai dengan namanya, Gallery, yang merujuk produk exclusive dengan jumlah produksi per item yang dibatasi," jelasku.Mas Suma menatap dan mendengarkanku dengan seksama. Ditambah, tersenyum
"E ... e, maaf sebelumnya, Bu Rani. Saya tidak tahu apakan informasi saya yang sekarang diperlukan atau tidak," ucapnya sambil menarik nafas."Non Amelia sebenarnya biasa-biasa saja, Bu. Cuma, sekarang setiap hari kami selalu menjemput dan mengantar temannya. Tidak cuma satu, Bu. Tetapi, ada tiga orang. Dua perempuan dan satu laki-laki. Awalnya, saya pikir sekali saja. Tetapi, ini setiap hari. Sudah hampir seminggu.""Mereka seperti apa? Maksud saya, selama di mobil sikapnya bagaimana?" "Ya, mereka seperti anak-anak pada umumnya," tambahnya."Baik kalau begitu. Besuk, tolong saya di antar ke rumah mereka. Saya hanya ingjn lihat sekilas, mungkin lewat di depan rumah saja. Terima kasih. Tolong ini dirahasiakan" ucapku sambil berdiri. Aku harus cari tahu tentang teman-teman Amelia. Bagaimanapun, teman mempunyai pengaruh besar ke perkembangan seorang anak. Aku harus memastikan, semua yang berhubungan dengannya adalah yang berpengaruh baik. Lingkungan rumah, lingkungan sekolah, teman
Prasetyo ....! Iya benar, ini Mas Tiok!Dia melamar kerja di tempatku? Kok bisa?! * POV Kusuma Tadi malam, aku mendapat pesan dari Pak Prasetyo. Dia ingin bertemu denganku hari ini. Bukan sebagai wakil dari Pak Prayoya, ayahnya, pemilik PT Kurnia Sakti Prayoga. Awalnya, aku pikir dia akan membicarakan proyek di Bali yang sedang dikerjasamakan dengan PT KSP itu, ternyata ada keperluan pribadi. Entah apa. Hal ini membuatku tidak nyaman, mengingat dia pernah menaruh hati kepada Maharani, istriku. "Selamat siang. Pak Prasetyo sudah menunggu di ruang meeting," kata Desi sekretarisku. Aku langsung bergegas ke ruangan itu. Rasa penasaran dengan apa yang dimauinya, jangan sampai dia akan mengganggu istriku lagi. Dari pintu kaca, terlihat di duduk dengan tenangnya. Penampilannya, aku akui dia terlihat nyentrik tetapi berkelas. Rambutnya yang lurus panjang, diikat dengan rapi. Bajunya juga memperlihatkan statusnya. Kemeja dan stelan jas yang digunakan kelihatan dari brand ternama.