Tak ingin melihat kakak iparnya semakin sakit, Galih membawa Rima untuk menjauh dari tempat ini dan masuk ke dalam mobil untuk dibawa pulang.Meski kenyataannya pilu, mengikuti langkah Alan semakin memberi keyakinan untuk langkah apa yang akan ditempuh selanjutnya.Sementara Alan melepaskan pelukannya pada Gayatri, ia menundukkan wajah seraya memegang lengan wanita yang begitu ia cintai selama bertahun-tahun. "Maaf, Ay. Sekuat tenaga aku menahan diriku, tapi sepertinya aku tak kuasa untuk tidak mencintai Rima. Beberapa waktu ini aku baru sadar, bila dia sudah mengisi sebagian hatiku."Gayatri menatap sendu pada Alan. "Pada akhirnya aku berdiri di sini dan tidak mendapatkan apa-apa. Semua meninggalkan."Alan terdiam, setelah beberapa saat hening dan hanya terdengar suara angin berembus."Aku antar kamu pulang dan bersihkan lukamu."
Alan membawa langkahnya sedikit cepat ketika Rima tak lagi ada dalam pandangannya. Ia menyusuri tangga dan mendapati Rima sudah ada di ambang pintu."Tolong jangan seperti ini. Mari kita bicara!""Apa yang harus dibicarakan?""Tentang kita.""Apa, Mas? Apa yang kamu lakukan sudah sangat membuat aku paham. Kamu meninggalkanku untuk dia bahkan ketika aku terkulai lemas tidak berdaya. Kamu memeluknya, menenangkannya, ingat tentang aku?"Alan tak sanggup bicara, satu hal yang akhirnya ia ketahui, kemarin Rima mengikutinya."Maka dari itu, mari kita bicara!""Ada beberapa hal yang memang harus dibicarakan, ada hal yang cukup dengan diam dan semuanya selesai. Aku memilih diam."Rima melepaskan pegangan tangan Alan dan kembali membawa kopernya, lalu masuk ke d
Alan mencari tahu keberadaan Rima melalui nomor telepon. Hingga akhirnya ia menemukan istrinya itu ada di sini dan sedang tertawa nyaman bersama Galih, seolah tidak ada sesuatu yang sedang terjadi.Ia masih mematung di sini, seolah tak ada keberanian untuk mendekat, ia khawatir Rima akan semakin menjauh ketika ia memaksa untuk tak berjarak."Alan tidak menghubungimu?" tanya Galih.Rima menggelengkan kepala pelan. "Dia tidak akan masalah ketika aku tidak ada, justru dia akan senang, sejak dulu sering kali terganggu dengan segala sikapku.""Langkah apa yang akan kamu ambil?"Rima menggelengkan kepala pelan. "Menurutmu apa berpisah lebih baik?""Tidak tahu. Hidupmu, kamu sendiri yang tahu harus mengaturnya kemana."Rima menghela napas. Sementara Alan berbalik arah menuju mobilnya. Per
"Sedang apa di kamarku, Rima?" tanya Gayatri dengan wajah yang tak bisa dijelaskan. Ia mendekat dan langsung dengan paksa mengambil apa yang sedang Rima pegang.Sementara Rima masih termangu, ia tak bisa berkata-kata dan masih begitu syok.Begitu juga Gayatri, bahkan napasnya berburu tak beraturan."Ternyata aku tidak pernah mengenalmu, meskipun belasan tahun kita bersama," ucap Rima dengan tangis yang tertahan. Ia tak berani menatap Gayatri, rasanya begitu sakit."Sudah ku bilang kebersamaan kita hanya sebatas hubungan antara pembantu dan tuannya, jadi aku tidak ada kewajiban untuk memberitahukan masalah pribadiku pada tuanku."Ucapan Gayatri sangat amat membuatnya sakit, sekalipun ia tak pernah menganggap Gayatri orang lain dalam hidupnya. Ia menyayangi begitu tulus, baginya Gayatri adalah orang paling penting. "Bagiku
Logika berkata ada bagian yang harus segera diselesaikan saat ini juga, tapi Rima berpikir, apakah dengan semudah itu dilepaskan. Bukan tentang cinta atau perasaan yang lemah, tapi ia hanya memberi waktu pada dirinya untuk berpikir tenang. Rima merasa pikirannya masih berkecamuk dan butuh sendirian, bukankah untuk setiap yang berumah tangga, membutuhkan waktu sejenak berpikir saat mengambil keputusan paling penting."Semua selesai, aku dan kamu!" ucap Rima melepaskan pegangan tangan Alan. Kemudian ia masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Alan yang masih mematung.Tak lama setelahnya Alan pun Turut pergi, ia mencoba menghubungi Gayatri dan memastikan kabar yang Rima berikan, tapi sama sekali ia tak mendapatkan jawaban. Alan pun memutuskan untuk datang ke apartemennya, ia berdiri di depan pintu hampir satu jam, tapi Gayatri tak membukakan pintu.****. 
Alan tercenung sendiri di ruang kerjanya, ia menikmati waktu sendirian di ruang kerja dengan satu gelas vanilla latte.Saat ini ia masih tak menemukan jawaban tentang Gayatri yang pernah hamil, malam itu, ia menunggu sampai satu jam di depan apartment dan wanita yang pernah sangat berarti dalam hidupnya itu sama sekali tidak keluar. Sementara di kantor, Gayatri terus menghindar dan pesan atau telepon yang Alan kirim tak pernah ia gubris.[Hai ... waktumu senggang hari ini? Bisa kita bertemu?]Pesan dari seorang wanita anak salah satu pemilik perusahaan terkenal yang selalu mencari perhatian. Namanya Elina, cantik, seksi dan terlihat sensual. Tapi Alan sama sekali tidak tertarik, ia selalu mengabaikan pesan wanita itu. Apalagi di tengah permasalahannya dengan Rima yang tidak kunjung selesai.[Bisa kita bertemu dan bicara, Ay]Gayatri memba
Tiga tahun pernikahan, salah satu hal yang sangat Rima tutupi adalah Alan yang selalu mengatakan untuk menunda memiliki anak, ia beralasan bila belum siap secara mental, ia memberi pengertian pada Rima yang membuat istrinya itu selalu menerima setiap keputusan Alan. Di depan banyak orang, di depan orang tuanya di depan keluarganya, Rima selalu menutupi perkara momongan dengan kata belum dipercaya.Jarak Alan semakin dekat, mungkin wajah mereka kini hanya terhalang satu jengkal, Rima membuang wajah dan menangis."Aku bukan seseorang yang akan merenggut kehormatanmu, Rima! Aku suamimu."Rima masih membuang muka dan mulai sesenggukan, Alan semakin membawa diri lebih dekat, satu tangannya terangkat hendak menyentuh istrinya, tapi ia dengan cepat membawa surat nikah yang ada di tangan istrinya."Apa maumu sebenarnya?" ucap Rima lirih, seolah pasrah pada keadaan.
"Dapat gombalan dari mana? Internet, ya. Kuno banget," ucap Rima ketika Alan mendekati mejanya."Aku hanya berusaha.""Yang kreatif dikit!""Aku gak pintar menggombal, gak pandai berkata-kata juga.""Tak perlu memaksakan, aku juga tidak butuh kata-kata seperti itu," ucap Rima seraya berlalu meninggalkan meja Alan, membuat suaminya itu gemas.Rima keluar dan memberikan berkas pada Gayatri. "Aku rasa kamu membuat laporan sedang mengantuk, banyak data yang salah, perbaiki semuanya. Saya tunggu hari ini juga!"Gayatri hanya mengangguk, ia sama sekali tak menjawab. Jujur saja Rima kesal melihat sikap Gayatri yang justru malah diam, sama sekali tak menggubrisnya."Kamu dengar gak ucapan saya?""Iya, Bu!" jawanya pelan sambil mengangguk.