Please jangan lupa komen, like dan subnya yaa
Please like, komen dan Sub ya. Biar upnya tambah semangat.Gayatrimeninggalkan rumah Rima dengan segenap perasaan kecewa atas sikap orang tua Rima yang masih saja mengatur dirinya hingga saat ini. Menangis saja rasanya tak cukup menenangkan hati, entahlah mengapa, semesta seperti tidak pernah berpihak padanya. Bahkan di dalam keluarganya sendiri, Gayatri merasa tak menemukan kenyamanan. Satu-satunya titik nyaman yang ia punya pun seolah terampas tanpa menyisakan apa pun kecuali luka.Sementara Rima dan Alan masih dalam percakapan yang tak berujung."Kita itu seperti berada di jalan buntu, Mas.""Tidak! Sebetulnya jalan kita tidak buntu, hanya kamu saja yang tidak mencoba memberi jalan padaku."Rima tidak tahu lagi harus membawa pembicaraan ini kemana, ia pun mulai jengah dan beranjak henda
Gayatri keluar dari kamar mandi dan menatap heran ke arah Rima dan dompet yang tergeletak tak jauh dari jangkauan sahabatnya itu."Kenapa, Rim?""Enggak, dompetmu kayaknya gak ganti sejak dulu, ada kali sepuluh tahun.""Ini kan dulu hadiah ulang tahun dari kamu, sayang banget mau ganti karena masih bisa dipakai, barang branded lagi. Aku gak akan mampu beli, hehe," jawab Rima mengambil dompetnya dan memasukkan ke dalam tas. Ia pun mencicipi makanan yang baru saja ia hangatkan."Kamu tidak pulang, Ay?" tanya Rima mengalihkan pembicaraan.Gadis di hadapannya menggelengkan kepala pelan, selalu ada gurat kesedihan pada Gayatri ketika berbicara tentang keluarganya."Mereka tidak membutuhkan aku pulang, mereka hanya butuh uang yang dikirim dengan sesering mungkin.""Mereka masih sep
Sepanjang jalan menuju rumah orang tuanya, Rima tak banyak bicara, sementara Alan fokus pada kemudinya."Kamu tahu tentang hidup Gayatri, Mas?" Rima membuka suara."Tak perlu membahas orang lain saat kita sedang berdua.""Dia bukan orang lain, dia bagian paling penting, baik untuk hidupku untuk hidupmu."Alan diam, ia tak menanggapi ucapan istrinya. Pembicaraan ini hanya akan berakhir pada hubungan yang akan membuat semakin dingin.Sampai detik ini, Alan tak mengerti, mengapa untuk sekadar melepaskan Rima adalah sesuatu yang sulit ia lakukan. Terlebih lagi orang tuanya begitu menyayangi Rima, bukan karena ia anak orang kaya, tapi sikap manja Rima mampu meluluhkan hati orang tuanya yang tidak memiliki anak perempuan dan saat ini Rima menjadi menantu satu-satunya.Tak berapa lama, mobil mereka tiba di sebuah rum
Alan masih gelagapan ketika Rima meninggalkan dirinya dengan air mata yang masih turun, dengan segenap perasaan yang tak menentu, Alan mengejar Rima, memegang tangannya dan menahan sang istri."Lepasin!" ucap Rima pelan tapi menekan kata-katanya."Kamu kenapa cepat marah seperti ini?" tanya Alan, ia sendiri tahu bila sudah salah, tapi sekadar mengatakan maaf pun seperti tertahan di tenggorokan.Rima melepaskan tangan Alan dengan kasar. Saat ini ia merasa sangat marah."Jangan seperti ini di rumah ibu, kasihan mereka kalau lihat kita berantem.""Mereka pun tahu, kalau kita bertengkar, itu pasti sumbernya dari kamu!"Alan menghela napas, kemudian kembali memegang tangan Rima untuk membawa istrinya itu duduk dan menenangkan keadaan. Tapi Rima kembali melepaskan tangannya."Mas! Kamu i
Tak ingin melihat kakak iparnya semakin sakit, Galih membawa Rima untuk menjauh dari tempat ini dan masuk ke dalam mobil untuk dibawa pulang.Meski kenyataannya pilu, mengikuti langkah Alan semakin memberi keyakinan untuk langkah apa yang akan ditempuh selanjutnya.Sementara Alan melepaskan pelukannya pada Gayatri, ia menundukkan wajah seraya memegang lengan wanita yang begitu ia cintai selama bertahun-tahun. "Maaf, Ay. Sekuat tenaga aku menahan diriku, tapi sepertinya aku tak kuasa untuk tidak mencintai Rima. Beberapa waktu ini aku baru sadar, bila dia sudah mengisi sebagian hatiku."Gayatri menatap sendu pada Alan. "Pada akhirnya aku berdiri di sini dan tidak mendapatkan apa-apa. Semua meninggalkan."Alan terdiam, setelah beberapa saat hening dan hanya terdengar suara angin berembus."Aku antar kamu pulang dan bersihkan lukamu."
Alan membawa langkahnya sedikit cepat ketika Rima tak lagi ada dalam pandangannya. Ia menyusuri tangga dan mendapati Rima sudah ada di ambang pintu."Tolong jangan seperti ini. Mari kita bicara!""Apa yang harus dibicarakan?""Tentang kita.""Apa, Mas? Apa yang kamu lakukan sudah sangat membuat aku paham. Kamu meninggalkanku untuk dia bahkan ketika aku terkulai lemas tidak berdaya. Kamu memeluknya, menenangkannya, ingat tentang aku?"Alan tak sanggup bicara, satu hal yang akhirnya ia ketahui, kemarin Rima mengikutinya."Maka dari itu, mari kita bicara!""Ada beberapa hal yang memang harus dibicarakan, ada hal yang cukup dengan diam dan semuanya selesai. Aku memilih diam."Rima melepaskan pegangan tangan Alan dan kembali membawa kopernya, lalu masuk ke d
Alan mencari tahu keberadaan Rima melalui nomor telepon. Hingga akhirnya ia menemukan istrinya itu ada di sini dan sedang tertawa nyaman bersama Galih, seolah tidak ada sesuatu yang sedang terjadi.Ia masih mematung di sini, seolah tak ada keberanian untuk mendekat, ia khawatir Rima akan semakin menjauh ketika ia memaksa untuk tak berjarak."Alan tidak menghubungimu?" tanya Galih.Rima menggelengkan kepala pelan. "Dia tidak akan masalah ketika aku tidak ada, justru dia akan senang, sejak dulu sering kali terganggu dengan segala sikapku.""Langkah apa yang akan kamu ambil?"Rima menggelengkan kepala pelan. "Menurutmu apa berpisah lebih baik?""Tidak tahu. Hidupmu, kamu sendiri yang tahu harus mengaturnya kemana."Rima menghela napas. Sementara Alan berbalik arah menuju mobilnya. Per
"Sedang apa di kamarku, Rima?" tanya Gayatri dengan wajah yang tak bisa dijelaskan. Ia mendekat dan langsung dengan paksa mengambil apa yang sedang Rima pegang.Sementara Rima masih termangu, ia tak bisa berkata-kata dan masih begitu syok.Begitu juga Gayatri, bahkan napasnya berburu tak beraturan."Ternyata aku tidak pernah mengenalmu, meskipun belasan tahun kita bersama," ucap Rima dengan tangis yang tertahan. Ia tak berani menatap Gayatri, rasanya begitu sakit."Sudah ku bilang kebersamaan kita hanya sebatas hubungan antara pembantu dan tuannya, jadi aku tidak ada kewajiban untuk memberitahukan masalah pribadiku pada tuanku."Ucapan Gayatri sangat amat membuatnya sakit, sekalipun ia tak pernah menganggap Gayatri orang lain dalam hidupnya. Ia menyayangi begitu tulus, baginya Gayatri adalah orang paling penting. "Bagiku