Home / Romansa / Pembantu Rasa Nyonya / Bab 2. Meja Kerja Pembantu
Bab 2. Meja Kerja Pembantu
Author: Astika Buana
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Akhirnya aku mendapatkan pekerjaan.

Anita, karyawan senior di rumah ini mengantarku ke rumah Tuan Kusuma Adijaya.

Dalam perjalanan, Anita menjelaskan tentang beliau. Beliau anak sulung Nyonya Besar, mempunyai anak satu perempuan bernama Amelia Adijaya. Anaknya sudah sekolah SMP kelas dua.

Tugasku adalah mengurus rumah dari A sampai Z dan setiap seminggu sekali Anita akan datang untuk mengecek semua berupa laporan tertulis. Termasuk memasak, belanja, bertanggung jawab dengan penataan rumah sampai laporan keuangan.

"Maaf Mbak Anita, pekerjaannya banyak sekali. Saya di sana sendirian?"

"Yang bertanggung jawab Bu Rani sendiri. Ada Pak Maman sebagai sopir dan Bik Inah yang akan bantu. Ada satpam tiga orang, jadwal sudah saya atur, nanti bisa diatur ulang. Namun, nantinya tetap mereka di bawah tanggung jawab Bu Rani" jelas Anita.

"Ini buku yang sudah saya rekap tentang jadwal Tuan Kusuma dan Nona Amelia. Di sini juga dijelaskan apa kesukaan dan apa yang harus dihindari. Lengkap. Ada juga nomor telpon saya yang bisa dihubungi kalau keadaan terpaksa. Bagaimana, Bu? Ada yang ditanyakan?"

Satu buku tebal ditaruhnya di pangkuanku. Dasar orang kaya, cari pembantu sampai seperti ini. Pantesan sampai berbulan-bulan tidak dapat pegawai. Ditraining saja sudah nyeremin.

"Mbak Anita, mau tanya, memang istri Tuan Kusuma ke mana? Apakah sibuk juga?" tanyaku heran, karena semua pekerjaan sepertinya tugas seorang istri bukan tugas pembantu. Apalagi disana juga sudah ada Bik Inah.

"Oya lupa saya. Tuan Kusuma duda. Istrinya meninggal ketika Amelia umur 5 tahun. Ada lagi tugas khusus, yaitu memperhatikan Nona Amelia. Dia sudah ABG, pesen Nyonya Besar harus mengurus keperluan dia. Siap ya, Bu?" kata Anita memastikan kesungguhanku.

"Insyaallah, siap."

*

Mobil sudah memasuki di rumah yang mempunyai gerbang tinggi, nyaris tidak kelihatan orang berdiri dari luar. Rumah design romawi, kelihatan mewah dengan asesoris mahal di sana-sini. Guci kuno, lampu kristal dan hiasan sclupture yang aku tahu itu harganya mahal.

"Ayo masuk, Bu Rani. Di rumah masih sepi. Non Amelia sekolahnya fullday, Tuan Kusuma di kantor sampai sore, jadi cuma Bik Inah yang di rumah."

"Rumah segede ini, hanya mereka berdua saja? Tetapi Bik Inah tinggal di sini, kan?"

"Bik Inah dan Pak Maman suami istri, dia tinggal terpisah di rumah belakang. Ini kamar Bu Rani, sebelah ini kamar Non Amelia, di ujung dekat taman kamar kerja Tuan Kusuma. Kalau kamar Tuan Kusuma ada di atas."

Kamarku besar sekali, ber-AC dan ada kamar mandi di dalamnya. Nyaman sekali. Ini terlalu mewah untuk kamar seorang pembantu. Letaknya berdekatan dengan kamar nona rumah ini. Karena tugas khusus itu, aku harus dekat dengannya.

Anita mengajakku keliling rumah. Rumah dua lantai ini sangat luas dan mewah. Aku harus mengingatnya dengan jelas, takut kesasar.  Setelah berkenalan dengan Bik Inah dan Pak Maman, kami ke ruangan dekat dapur.

"Ini ruang kerja Bu Rani. File semua ada di komputer. Berkas juga ada di folder ini. Maaf agak berantakan, saya tidak sempat merapikan karena harus mondar-mandir ke rumah Nyonya Besar," jelas Anita panjang lebar.

Ruangan ini seperti kantor saja. Ada meja kerja yang di atasnya ada komputer. Beberapa folder ada di rak berjajar rapi. Aku ini pembantu, tetapi kok seperti kerja kantoran. Pembantu yang mempunyai ruangan kerja.

Yang penting gajinya besar! Senyumku mengembang.

"Bu Rani, semua sudah saya jelaskan. Tolong dicari tahu sendiri. Ini ponsel untuk kerja, dan  ini ada brankas untuk simpan uang cash dan ini atmnya. Saldo bisa di cek di internet banking atau mobile banking, data ada di sini. Apa yang ditanya, bu?"

"Saya mengerti. Insyaallah, saya bisa," jawabku mengangguk mantap.

Pengalamanku pernah menjadi manager restoran, mengatur keuangan perusahaan mantan suami,  dan tentunya ibu rumah tangga, aku yakin sanggup.

"Sip kalau begitu. Ada waktu satu minggu untuk tanya-tanya ke saya. Saya mau cuti menikah, Bu," ucap Anita sambil tersipu. Dia masih muda sekitar 25 tahun, hebat dia bisa mengurus rumah besar dan rumah Tuan Kusuma walaupun sementara.

"Jadi, semua keperluan rumah di sini tanggung jawab Bu Rani, termasuk mengurus keperluan tuan dan nona. Sudah saya perinci di berkas yang tadi. Kalau begitu, saya permisi dulu."

Anita mengangguk permisi kembali dengan sopan. Tinggal aku sendiri di sini, Bik Inah masih di belakang mencuci baju dan Pak Maman merapikan kebun di depan.

Aku kembali ke meja kerja untuk mempelajari file di komputer. Uang cash yang ada Rp 8.659.000,- dan saldo di rekening Rp 35.879.453,-, kemudian aku cocokkan dengan laporan sebelumnya. Jadi, aku harus mengelola semuanya untuk keperluan rumah. Pantesan, Nyonya Besar bilang kalau harus jujur karena ini. Folder demi folder aku pelajari dan dimengerti benar. Kerjaan yang berat untuk seorang pembantu, pantas saja digaji tinggi.

Sudah mulai sore, dengan dibantu Bik Inah aku menyiapkan makanan. Sesuai jadwal menu: rendang, opor ayam, dan cah kangkung. Menu sudah ada resep yang harus diikuti, hanya aku modifikasi sedikit. Rendang ditambah koya kelapa, jadi terasa gurih dan lebih kering.

Sepertinya lauknya berat semua. Aku cek di dalam kulkas ada ikan laut, kayaknya enak kalau dibuat pepes bakar. Aku mempunyai resep sendiri, manis, asam, dan pedas sedikit, rasanya segar. Aku mencoba membuat ini, mungkin mereka suka.

Dan, menunggu Tuan Kusuma dan Nona Amelia.

***

Related Chapters

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 3. Amelia yang Manis

    "Bik Inah, tolong cobain. Enak, kan?" Aku buka satu bungkus pepes untuk dicoba. Setelah dipanggang sebentar, bau pepesnya terasa lebih enak. "Heem, enak Bu. Rasanya seger, tidak ada rasa amis. Enak. Ini saya coba dikit saja, ya. Tak bawa ke belakang buat Kang Maman. Dia suka yang ginian," katanya sambil menunjukkan jempol. Kemudian, dia bergegas merapikan makanan itu dan menyisihkannya."Saya mandi dulu ya, Bik? Tuan dan Nona masih lama kembalinya. Tolong dijaga sebentar, ya." Aku rapikan peralatan dapur dan diteruskan Bik Inah mencuci peralatan dapur. Untuk urusan cuci mencuci diambil alih dia.*Terasa hilang pegal di badan dan sedikit terurai otakku yang penuh dengan ingatan file-file tadi. Hmmm ... ternyata capek juga.Aku memakai baju bersih, baju hijau toska dipadukan dengan rok tiga perempat dengan warna hijau tua. Rambut disanggul rapi dan riasan tipis. Mbak Anita sudah berpesan, aku harus selalu tampil rapi dan bersih.Aku cek ponsel, mungkin ada yang menghubungi. Satu pes

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 4. Dasar Bos!

    Hari semakin malam dan terasa sepi. Bik Inah dan Pak Maman pulang ke rumah belakang. Tinggal satpam saja yang di depan. Setelah makan, Amelia langsung kembali ke kamar, katanya banyak tugas sekolah. Rumah sebesar ini terlihat sangat sepi.Aku berkeliling di dalam rumah, sambil mengenal semua sudut yang ada. Tanggung jawab besar, apapun yang ada, apapun yang terjadi adalah tanggung jawabku. Apalagi Tuan Kusuma jarang ada di rumah, jam segini saja belum sampai. Kasihan Amelia, pantas dia kelihatan girang melihat kedatanganku."Non Amelia sudah menunggu kedatangan, Bu Rani. Makanya dia seneng banget. Dia tidak ada teman ngobrol. Kalau ngobrol, Bibik sering tidak nyambung. Bibik tidak mengerti dia ngomong apa," kata Bik Inah tadi siang.Dari lantai paling atas, separuh lantai atas adalah ruang terbuka. Ada ruang fitnes yang menghadap taman di roff top, di dalamnya berbagai peralatan tersedia, tetapi seperti jarang digunakan. Taman di atas ada teras yang terdapat kursi dan meja panjang, ad

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 5. Namaku Maharani

    Mas Bram, sebutanku untuk laki-laki bernama Bramantya Atmaja. Dia adalah mantan suamiku. Kami bersama dari masa kuliah dahulu, dan meresmikan setelah mendapatkan ijasah kelulusan. Dimataku, dia orang yang spesial. Dengan postur yang tinggi, badan tegap walaupun tidak terlalu besar, dan kulit sedikit gelap menambah dia kelihatan keren pada saat itu. Dia mengambil jurusan Tehnik Sipil sedangkan aku di D3 Design Interior, pasangan yang sempurna. Berbekal ilmu dan tekad, kami mulai membuka usaha di Bali. Itu tempat yang kami impikan semenjak dulu. Kami bisa bekerja sekaligus berlibur di setiap harinya. Impian yang indah untuk pasangan baru. Bertahap tetapi pasti, usaha kami mulai berkembang. Kebahagiaan saat itu menjadi lengkap dengan lahirnya anak lelakiku, Wisnu Atmaja. Harapan menjadi anak lelaki yang bijaksana yang tersirat disitu. Awalnya, usaha kami masih belum ada hasil memuaskan, untuk membantu keuangan aku bekerja sebagai manager restoran di pusat pariwisata ini. Pengalamanku b

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 6. Tragedi Ayam Lengkuas

    Kriiing .... Kriiing ....Jam weker berbunyi. Pukul empat pagi, kalau di kampung kami dibangunkan oleh azan subuh. Di sini mana ada? Aku segera mandi dan siap-siap untuk salat subuh. Kemarin Amelia minta dibuatkan bekal sekolah. Menu ayam pesannya, tetapi bukan ayam kentucky. Tadi malam, aku memasak ayam lengkuas. Ayam dibumbui dan spesialnya parutan lengkuas yang berlimpah. Sengaja aku buat rebusan ayam bunbu agak banyak. Jadi kalau mau makan tinggal goreng saja. Digoreng hingga kering, enak dimakan dengan nasi putih.Menu ini kesukaan Wisnu. Dia kalau dimasakkan menu ini, alamat nasi terancam habis. Tersenyum aku ingat dia. Bagaimana makannya di kost? Dia sudah enam bulan kuliah di universitas negeri di Malang."Mama tidak usah kawatir. Wisnu di asrama, banyak temannya. Urusan makan, Wisnu bisa atur. Jangan kawatir, ya." Dia menenangkan ketika aku tanya tentang pola makannya. Dia tinggal di asrama di dalam areal kampus, jadi lebih aman.Anakku lebih mandiri, dia adalah kekuatank

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 7. Make Over

    Seharian kami sibuk.Pesanan dadakan ayam lengkuas, langsung dieksekusi hari itu juga. Pak Maman sampai Pak Satpam dapat tugas mengupas lengkuas dan bumbu lainnya. Bik Inah memarut lengkuas. Mereka semangat dengan imbalan nasi kotak ayam lengkuas."Lama-lama kita buka pesanan nasi kotak ya, bu?" celetuk Bik Inah sambil tertawa. Aku tersenyum melihat kesibukan ini. Ini benar-benar tragedi!Aku belanja peralatan untuk nasi kotak. Harus yang bagus, jangan sampai membuat malu. Jadi ingat kalau mau hajatan di kampung.Tak lupa, siang hari nasi bekal makan siang untuk Tuan Kusuma. Kalau lupa, bisa diomelin lagi. Aku siapkan di food pack khusus, sehingga makanan tetap hangat sampai di tempat. Tadi sudah ada orang dari kantor ada yang mengambil.Untuk besuk, serundeng lengkuas aku goreng dulu, disimpan di tempat kedap udara. Besuk tinggal goreng ayamnya dan masak nasi. Beres!Tring ... Tring ... Tring ...Ponselnya berbunyi. Ada pesan masuk dari Amelia. [Tante! Papa bilang, tante suruh jempu

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 8. Kamu Cantik!

    #Pembantu_Rasa_Bos 8#Kamu_Cantik!Penat rasanya!Setelah ganti baju kebangsaan emak-emak, daster gombrong, terasa merdeka badan ini.Aku menggosok kakiku dengan minyak angin supaya pegal-pegalnya reda. Maklumlah faktor usia, jalan di mall sebentar sudah angkat tangan. Seperti biasa sebelum tidur, aku membaca cerita favoritku di aplikasi. Alhamdulillah, bisa istirahat lebih awal.Tok ... tok ... tok ....Pintu kamarku ada yang ketok, siapa ya? Apa Bik Inah. Aku buka pintunya, ternyata Amelia dengan menampilkan selarik senyum penuh arti. Dia membawa guling."Ada apa, Sayang?" "Tante, aku tidur sini ya. Please," pintanya dengan tampang memelas. Anak ini memang menggemaskan, manja sekali. "Iya boleh. Tapi besuk harus bangun pagi!" "Beres!" Dia langsung menyelonong masuk dan berbaring memeluk guling yang dia bawa tadi. Iba rasanya melihat anak ini. Bagaimana hari-hari kemarin ketika aku belum datang. Pasti sangat kesepian."Langsung mau tidur? Atau mau makan apa gitu?" kataku sam

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 9. POV Tuan Kusuma

    "Papi, aku suka yang ini," kata Amelia putriku. Dia menyodorkan berkas kerja ke tanganku.Sudah berbulan-bulan kami mencari pekerja yang mengurus keperluan rumah. Ratusan lamaran yang masuk secara online, banyak yang berminat karena gaji yang ditawarkan besar. Anita karyawan Mami, yang menyortirnya dan tersisa lima belas kandidat. Tumpukan berkas itu sudah satu minggu di meja kerjaku tanpa sempat aku sentuh. Aku tidak ada waktu.Sebenarnya, yang aku cari tidak hanya sekedar pengurus rumah. Namun, teman untuk anakku, Amelia. Diumurnya yang masih labil, dia membutuhkan sosok yang bisa mendampinginya. Aku sebagai papinya tidak sempat dan tidak mengerti kebutuhan anak perempuan seusia dia. Sering kali dia membuatku stres tanpa aku tahu harus bagaimana. Mamiku yang akhirnya turun tangan."Papi! Dilihat dong, Pi. Aku pingin cepet punya temen," rengeknya dengan manja. Kebiasaan kalau ada yang diinginkan dia akan menggelendot di lenganku. Dan tidak akan dilepas sebelum keinginannya terkabul.

  • Pembantu Rasa Nyonya   Bab 10. Keracunan K-Pop NCT

    Hampir dua minggu aku bekerja di rumah ini. Sedikit demi sedikit aku mengerti tentang sifat Tuan Kusuma dan Nona Amelia. Aku merubah sedikit penataan rumah sehingga terkesan asri dan lebih nyaman, tentunya dengan seijin Tuan Kusuma. Dia membebaskanku untuk mengatur apa yang aku mau. Yang aku rombak di bagian dalam rumah dulu. Di depan pintu rumah, di bagian dalam, aku menaruh meja tinggi sebagai foyer yang di atasnya ada pot besar dengan dedaunan hijau dan bunga sedap malam. Jadi ketika masuk rumah, langsung disuguhi pemandangan daun hijau dan bau wangi bunga. Harapannya, masuk rumah langsung hilang aura negatif dari luar.Di ruang bagian dalam, aku juga meletakkan beberapa bunga hidup di beberapa titik yang aku ambil dari taman belakang. Kesan segar dan nyaman. Dalam hal ini, Pak Maman dan Pak Satpam yang membantuku. Ruang kerja Tuan Kusuma juga aku beri sentuhan sedikit. Setiap hari aku rangkai bunga pisang kecil berwarna kuning yang tumbih banyak di taman belakang. Aksen warna k

Latest Chapter

  • Pembantu Rasa Nyonya   

    Extra Part

    POV Nyonya Besar "Jeng Sastro, bajuku gimana? Ini kok kayaknya miring, ya? Aku kok tidak pede." Ibunya Rani itu menoleh dan tersenyum, kemudian menunjukkan jempol tangannya. "Sudah bagus." Huft! Ibu dan anak memang sama, selalu santai kalau masalah penampilan. Aku kan harus perfekto dalam segala hal. La kalau difoto wartawan, terus dicetak sejuta exsemplar terus bajuku miring, saksakan rambutku mencong, kan tidak asyik. Aku melambaikan tangan ke Anita, memberi kode untuk membawa cermin ke kecil ke arahku. Dia ini memang sekretarisku yang jempolan. Sigap di segala suasana. Dia mendekat, kemudian menghadap ke arahku dengan cermin diletakkan di perutnya. Ini triknya, supaya orang lain tidak melihat aku lagi cek penampilan. Sekarang itu banyak nitizen yang usil. Orang ngupil difoto, bibirnya lagi mencong dijepret, terus diviralkan dan itu justru membanggakan. Menggumbar aib orang. Zaman sekarang itu konsep pikiran orang kok melenceng jauh, ya. "Sudah cetar?" tanyaku memastikan yan

  • Pembantu Rasa Nyonya   

    Bab 616. Ending

    Acara sudah tiba. Memang sangaja kami mengambil waktu pagi hari. Selain ini menyegarkan, ini juga tidak mengganggu kedua balitaku. Denish dan Anind. Pagi-pagi team perias sudah sampai. Satu persatu kami dirias, terlebih aku dikhususkan. “Jangan berlebihan make-upnya. Saya ingin natural dan terlihat segar.” “Siap, Nyonya Rani.” Claudia sibuk sana-sini memastikan team yang dia bawa bekerja dengan benar. Dia juga menfokuskan kepada diriku. “Artisnya sekarang ya Bu Rani dan Tuan Kusuma. Jadi harus maksimal,” ucapnya sambil membenahi gaun yang aku pakai. Gaun yang aku gunakan terlihat elegan. Berwarna putih tulang dengan aksen rajutan woll yang menunjukkan kehangatan. Yang membuatku puas, dia menyelipkan permata berkilau di sela-sela rajutan. Ini yang membuat terlihat mewah. Aku mengenakan kerudung warna hitam, dengan aksen senada di bagaian belakang. Keseluruhan, aku sangat puas. Jangan ditanya Mas Suma penampilannya seperti apa, dia seperti pangeran yang baru keluar dari istana. Ku

  • Pembantu Rasa Nyonya   

    Bab 615. Anak-Anak

    Ingin aku mengabaikan apa isi kepalaku, tetapi bisikan-bisikan semakin riuh di kedua telinga ini. Kecurigaan mencuat begitu saja. Bisa saja mereka ada hubungan kembali. Cinta bersemi kembali dengan mantan. Cerita itu sering ada di sekitar kita. Semakin aku memusatkan pikiran untuk tidur, semakin nyaring tuduhan gila yang berjubal di kepala ini. Huft! Aku duduk tegak dan beranjak untuk minum air putih. Mungkin dengan ini, bisa membuatku tenang. Tapi, aku tetap gelisah. Daripada penasaran, lebih baik aku mengintip ada yang dilakukan Mas Suma di ruangan sebelah. Dengan berjingkat, aku keluar dari pintu belakang dan menuju ruang baca. Lamat-lamat terdengar suara Mas Suma. Sip! Dia load speaker. Suara teman dia bicara terdengar juga. Jadi aku bisa tahu apa yang dikatakan Dewi. Tunggu sebentar! Kenapa suaranya bukan perempuan? Tetapi terdengar seperti laki-laki. “Aku tidak mau tahu. Kamu harus melakukan itu untukku,” ucap Mas Suma. Kemudian terdengar suara lelaki satunya. “Tapi, Tu

  • Pembantu Rasa Nyonya   

    Bab 614. Pesan Menyebalkan

    Bab 615.Aku bingung. Sungguh-sungguh bingung. Di depanku terhampar pilihan kain yang cantik-cantik. Dari pilihan bahan sampai pilihan warna. Mana yang aku pilih?“Ini untuk tahun ke berapa, Bu Rani?” tanya Claudia“Baru ke tujuh. Sebenarnya saya juga belum ingin merayakan. Tapi tahu kan, kalau Tuan Kusuma mempunyai niat?” Wanita cantik tersenyum sambil mengangguk. Dia pasti lebih mengerti bangaimana keluarga Adijaya sebenarnya. Termasuk Nyonya Besar.Pertanyaan Claudia memantik ide di kepalaku. Woll itu kan berwarna putih, jadi …. Sip!“Aku pilih warna putih. Nuansa putih yang dipadukan dengan bahan woll,” ucapku dengan mata menjelajah. Claudia bergerak sigap. Dia menyingkirkan semua selain berwarna putih. Ini membuatku mudah.Tangan Claudia mulai bergerak lincah menggambar apa yang aku inginkan. Bukan keinginan bentuknya, tetapi keinginanku pada pernikahan ini. Yang membuatku suka, dia merancang baju dengan filosofi di dalamnya. Semua ada artinya.“Keluarga besar menggunakan pilihan

  • Pembantu Rasa Nyonya   

    Bab 613. Persiapan

    “Berhasil?” tanya Maharani menyambutku.“Desi?”“Iya.”“Sangat-sangat berhasil. Dia juga titip salam untuk dirimu yang sudah memberikan ide ini,” ucapku sambil merangkul istriku.Kami masuk ke dalam rumah yang terasa lengang. Rima sudah kembali, begitu juga Amelia kembali ke apartemennya.“Anind dan Denish?”“Sudah tidur. Ini sudah malam,” ucapnya sambil menunjuk jam dinding yang menunjuk angka sembilan.“Wisnu masih lembur?”“Iya. Biarkan dia lagi semangat-semangatnya,” ucap Maharani melangkah mengikutiku.Aku langsung ke kamar mandi. Membersihkan badan dengan menggunakan air hangat. Badanku segar kembali.“Wisnu sudah mendatangkan teman-temannya. Jadi dia tidak merasa muda sendiri. Tapi Wisnu cepet adaptasi, lo. Aku juga memberikan team yang terbaik. Siapa nama teman-temannya? Aku kok tidak ingat. Padahal aku belum terlalu tua.”Ucapanku memantik tawa Maharani. Dia menyodorkan piayama tidur untuk aku kenakan.“Mereka itu teman-teman dekatnya Wisnu. Ada Lisa yang diletakkan di admini

  • Pembantu Rasa Nyonya   

    Bab 612. Desi Pegawai Teladan

    Orang single tidak akan mati karena jomlo, tetapi banyak orang tersiksa karena hidup dengan orang yang salah. Itu yang dikatakan Tiok kepadaku. Dia sudah menentukan pilihan, dan aku tidak akan mempertanyakannya lagi. Katanya, surat cerai dalam masa pengurusan dan tinggal menunggu surat resmi dari pengadilan agama. Sekarang, permasalahan Tiok sudah selesai. Dia tinggal pemulihan saja.****Rezeki itu tidak melulu berupa materi. Adanya keluarga, itu rezeki. Begitu juga sahabat yang kita miliki. Ada lagi yang aku syukuri tidak henti-henti, karyawan yang setia. Seperti Desi, pegawai teladan.“Desi. Berapa lama kamu kerja di sini?”Aku bertanya saat dia memberiku setumpuk laporan yang harus aku tanda tangani. Dia sudah memilahnya. Ada yang tinggal tanda tangan, ada yang harus aku periksa dulu, dan ada yang urgent. Cara kerjanya bagus, membuat pekerjaanku semakin mudah. Aku seperti orang lumpuh kalau sekretarisku ini tidak masuk.Dia tersenyum.“Dari mulai fresh graduate sampai sekarang.”

  • Pembantu Rasa Nyonya   

    Bab 611. Izin Kita

    Hati itu milik kita. Berada dalam tubuh kita sendiri, dan kitalah yang harus melindunginya dari apapun. Sedangkan kesenangan, kesedihan, itu adalah rasa yang ditimbulkan dari luar.Jadi, hati kita merasa sedih atau senang, tergantung dari izin kita. Apakah kita menerima atau mengabaikan hal yang menyebabkan rasa itu.*Aku dan Mas Suma tidak habis pikir dengan apa yang terjadi pada Pak Tiok. Di luar nalar dan di luar jangkauan pikiranku. Kenapa ada orang yang tega mengorbankan hati orang lain demi kebahagiannya.“Jadi suami Kalila itu sudah menjatuhkan talak tiga?” tanya Mas Suma.Pak Tiok tertawa miris. “Iya. Karenanya mereka membutuhkan aku supaya bisa menikah lagi.“Gila!” seru Mas Suma geram.Akupun demikian. Tanganku terkepal keras merasa tidak terima dengan perlakuan mereka. Terutama si wanita. Bisa-bisanya memperlakukan itu kepada orang yang menolongnya.Masih ingat aku bagaimana dia menangis karena korban penganiayaan si mantan suami. Dia sampai masuk ke rumah sakit dan yang m

  • Pembantu Rasa Nyonya   

    Bab 610. Pendengar

    Sampai di rumah, aku benar-benar capek jiwa raga. Kepaku dibebani dengan pikiran tentang Pak Tiok. Bisa-bisanya ada orang seperti dia yang terus-menerus mengalami kegagalan dalam percintaan.Wajah rupawan, perawakan juga seperti foto model, karir pun tidak diragukan lagi. Namun, kenapa bisa dia mengalami hal seperti ini?“Mama istirahat saja dulu. Belanjaannya, biar Rima minta bantuan Bik Inah,” ucapnya sambil membawa belanjaan ke arah dapur. Rumah masih lengang. Mas Suma dan Wisnu pasti belum pulang. Begitu juga Amelia.Aku mengangguk menerima anjuran gadis itu. Dia tahu apa yang aku pikirkan. Sepanjang jalan aku mengomel dan membicarakan tetang Pak Tiok. Bagaimana perjalanan kisah mereka sampai menikah. Bagaimana Pak Tiok melindungi Kalika yang mendapat perlakukan tidak baik dari mantan suami.Sempat Rima tadi menyeletuk.“Laki-laki itu jangan-jangan mantannya Mbak tadi.”“Mama tidak tahu benar, Rima. Saat dia datang mengacau pernikahan, dia dalam keadaan mabok dengan penampilan yan

  • Pembantu Rasa Nyonya   

    Bab 609. Mengagetkan

    Kembali dari galeri, aku dan Rima tidak langsung pulang. Kami singgah di mall.“Tidak usah, Ma.”“Kenapa? Mama ingin membelikan kamu baju. Kepingin saja,” ucapku bersikukuh. Akhirnya kekasih Wisnu ini membelokkan mobil ke mall yang ternama di kota ini.“Kita kemana, Ma?” ucapnya berlari mensejajariku. Dia pasti heran, aku berjalan ke arah kebalikan dari tempat yang menjual pakaian.“Kita ke butik langganan kami. Aku akan mengukur kamu untuk data mereka,” jawabku terus berjalan. Sebenarnya bisa parkir di depan butik Claudia, tapi itu membuatku jauh dari tempat belanjaan yang menjadi tujuan utama.Pegawai yang berjaga langsung membukakan pintu, mereka tersenyum dengan tangan menangkup di depan. “Selamat datang, Nyonya Maharani.”Aku mengangguk, Rima yang di belakangku langsung mensejajari.“Hai, Bu Rani. Lama tidak kesini!” seru Claudia kemudian mengalihkan pandangan ke arah Rima.“Kenalkan ini Rima, calon mantu,” ucapku kemudian mendekat, “calonnya Wisnu.”Claudia langsung mengarahkan