Bab 217. Syarat

POV Maharani

Kalau ada yang bilang pernikahan itu adalah sangkar, kalau aku menyebutnya sarang. Seperti sekarang ini, kami bersarang di ruang keluarga. Tepatnya berselonjoran di karpet depan televisi. Mas Suma, aku, Wisnu, Amelia, Denish dan Anind.

Hari malas sedunia, itu yang tercetus dari mulut Amelia saat Mas Suma meminta dia mengambilkan bantal dan guling. Denish dan Anind yang berada ditengah-tengah, asyik bermain dan sesekali terkekeh karena digoda kakak-kakaknya.

“Papi, katanya akan kasih tahu setelah makan. Ini kita sudah makan, dan Papi sudah mulai ngantuk. Trus, kapan?” Amelia menagih Mas Suma.

“Siapa bilang Papi mengantuk?”

“Trus untuk apa minta bantal?”

“Menganggah leher, Mel. Papi kan sudah tua, jadi lehernya tidak sekuat kalian. Nih, kakinya juga pegel-pegel,” seru Mas Suma. Kemudian kakinya disodorkan ke Amelia.

“Bilang saja minta dipijit! Awas kalau ketiduran.” Amelia melotot kesal ke Papinya, tapi tangannya tetap lincah memijit Mas Suma.

Mas Suma tersenyum, dan melem
Continue to read this book on the App

Related Chapters

Latest Chapter