Home / Romansa / Pembantu Rasa Nyonya / Bab 8. Kamu Cantik!
Bab 8. Kamu Cantik!

#Pembantu_Rasa_Bos 8

#Kamu_Cantik!

Penat rasanya!

Setelah ganti baju kebangsaan emak-emak, daster gombrong, terasa merdeka badan ini.

Aku menggosok kakiku dengan minyak angin supaya pegal-pegalnya reda. Maklumlah faktor usia,  jalan di mall sebentar sudah angkat tangan.  

Seperti biasa sebelum tidur, aku membaca cerita favoritku di aplikasi. Alhamdulillah, bisa istirahat lebih awal.

Tok ... tok ... tok ....

Pintu kamarku ada yang ketok, siapa ya? Apa Bik Inah. Aku buka pintunya, ternyata Amelia dengan menampilkan selarik senyum penuh arti.  Dia membawa guling.

"Ada apa, Sayang?" 

"Tante, aku tidur sini ya. Please," pintanya dengan tampang memelas. Anak ini memang menggemaskan, manja sekali. 

"Iya boleh. Tapi besuk harus bangun pagi!" 

"Beres!" 

Dia langsung menyelonong masuk dan berbaring memeluk guling yang dia bawa tadi.  Iba rasanya melihat anak ini. Bagaimana hari-hari kemarin ketika aku belum datang. Pasti sangat kesepian.

"Langsung mau tidur? Atau mau makan apa gitu?" kataku sambil mengelus rambutnya. Dia menjawab dengan menggeleng. 

"Ya udah, tidur saja."

Aku langsung berbaring disampingnya. 

"Tante .... "

"Hmm .... "

"Aku ingin peluk Tante," kata Amel lirih. Aku rengkuh kepalanya dan dia memelukku erat. 

"Sudah, tidur, ya."

Kubelai rambutnya perlahan-lahan, dan berangsur-angsur pelukannya melemah dan terdengar napasnya teratur. Dia sudah tertidur.

*

Tok ... tok ... tok ....

"Rani ... !"

Ada yang mengetuk pintu kamar dan memanggil namaku. Apa aku bermimpi, ya?

"Rani ...!"

Benar, ada yang memanggil namaku. Aku rapikan rambutku terlebih dahulu. Kemudian membuka pintu kamar, ada Tuan Kusuma di depanku dengan raut wajah kebingungan.

"Rani! Amel hilang! Dia tidak ada di kamarnya!" ucapnya serak. Tersirat kekawatiran yang amat sangat.

"Amel ada di kamar, Pak. Dia tidur."

"Tidak ada! Saya sudah cek! Kamu ini bagaimana, sih! Saya tinggal sebentar saja sudah berantakan!" bentaknya keras sambil matanya melotot.

"Ssttt ...." 

Aku memberi kode untuk tidak berisik dengan menaruh telunjuk di depan mulutku. 

"Bukan di kamarnya, Pak. Tapi di sini, di kamar saya." 

Aku membuka lebar pintu kamar untuk menunjukkan Amelia yang lagi tidur.

Tergopoh, dia menorobos masuk menghampiri anaknya yang lagi terlelap. Dibelai rambut dan dicium keningnya, sambil bergumam entah apa. Pemandangan ini membuatku sangat terharu. Kasih sayang seorang ayah kepada anaknya, terlihat jelas di sana.  

"Amelia tadi malam minta tidur dengan saya. Biarkan dia tidur, Pak. Sudah jam tiga pagi, sebentar lagi juga waktunya bangun," ujarku berbisik. 

"Baik kalau begitu. Saya sangat kawatir tadi. Entah bagaimana kalau ada apa-apa dengan Amelia," ucapnya sambil mengusap wajahnya yang tadi tegang.

Dia beranjak dari tempat tidur dan menuju pintu. Tiba-tiba dia berbalik ke arahku.

"Rani! Tolong jaga dia, ya! Mulai saat ini, tugas utamamu adalah mengawasi Amelia. Apapun yang kau minta pasti saya penuhi. Tapi, tolong jaga dia!" katanya tegas. Raut wajahnya serius sekali, keningnya berkerut.

"Baik, Pak! Saya berusaha sebaik mungkin. Hari ini saya mulai mengantar dan menjemput Nona Amelia," tandasku menekankan kesungguhanku.

"Buatkan saya teh! Supaya saya relax sebentar. Saya di ruang kerja," pintanya,  kemudian bergegas menuju ruangan di ujung rumah, ruang kerjanya.

Langkahnya pasti dengan kepala menunduk. Aku pandangi punggung laki-laki itu, punggung seorang ayah yang sangat mencintai anak gadisnya, punggung seorang yang digantungi banyak nasib para pekerjanya yang ratusan jumlahnya.

"Rani!" teriaknya tiba-tiba. Dia berhenti dan memiringkan badannya ke belakang, dan dengan sekilas dia menatapku.

"Kau sudah kelihatan lain hari ini! Good job!" katanya sekilas sambil tersenyum, dan melanjutkan langkahnya.

Waduh, apa dia memergokiku ketika memandanginya dari belakang, ya? 

Malu aku!

Atau, dia melihat penampilanku yang lebih glowing akibat, make over?

*

Pagi ini hari pertama, aku mengantar Amelia sekolah. Lumayan sibuk, karena harus menyiapkan nasi kotak. Bik Inah dari pagi juga sudah siap. 

Amelia juga dari pagi sudah bangun. Dia ikut terjaga ketika aku salat subuh. Dia seperti terheran dengan apa yang aku lakukan, salat dan mengaji. Segera aku menyuruhnya kembali ke kamar dan siap-siap untuk berangkat sekolah.

"Amel sayang, buka pintunya. Sudah siap belum? Berangkat pagian, ya," ujarku. Aku ketuk pintu kamarnya pelan.

"Taraa ...! Amel sudah siap!" 

Sengaja aku berangkat 30 menit lebih awal. Kata Pak Maman, kalau pagi akan terhindar dari antrian pengantar yang mengular seperti kemarin.

"Tante, aku senang hari ini. Amel seperti teman-teman yang diantar sama orang tuanya. Papi mana sempat seperti ini"

Seperti kemarin, dia menggelayut manja. Nempel terus. Untung aku sudah wangi. Tangannya terus menggenggam tanganku, dan sesekali aku elus lembut dia. Sepanjang jalan terukir senyum di wajahnya.

Aku memakai baju yang dibelikan kemarin. Dress terusan membentuk siluet badan yang panjang melewati lutut sedikit warna coklat susu. Potongan sederhana ditambah scraf motif warna cerah. Rambut aku ikat cepol agak tinggi dengan ikat rambut ada permatanya sedikit, leherku yang jenjang kelihatan lebih indah. Aku memakai sepatu bertumit sedang, warna coklat mengkilat. Badanku yang sudah tinggi menjadi lebih tinggi sedikit.

Tampilan sederhana, tetapi mewah.

Benar. 

Kalau berangkat pagi, tidak ada antrian mobil pengantar. Kami bisa parkir di dekat pintu gerbang. Di depan sudah  ada beberapa guru yang berjaga. Aku ikut turun mengantar Amelia ke dalam diikuti pak Mamang yang membawa makanan. Kami disambut seorang guru, setelah berkenalan ternyata dia guru wali kelas Amelia. Aku menjelaskan, bahwa mulai saat ini aku yang mengurus sekolahnya. Dan, sekalian minta ijin memberikan kotak makan ke teman sekelas Amelia. Sengaja aku lebihkan juga untuk gurunya. 

Amelia sangat senang, dia memelukku sebelum aku pulang.

"Tante, hari ini aku senang. Terima kasih, ya," bisiknya ketika dia memelukku. Aku cium sekilas puncuk rambutnya.

"Love you, Sayang. Belajar yang rajin, ya. Sore tante jemput lagi."

***

Bergegas aku turun dari mobil, waktunya sudah mepet. Aku harus menyiapkan keperluan Tuan Kusuma untuk berangkat ke kantor. Kalau baju kerja, selalu aku siapkan malam harinya dan sudah lengkap ada di ruang pakaian. Sekarang tinggal menyiapkan tas kerja dan makan pagi. 

Segelas teh hangat, air putih hangat, dan nasi uduk lengkap dengan ayam lengkuas yang kemarin dia pesan. 

"Pagi!"

"Pagi, Pak!"

Dia menanyakan tentang bagaimana tadi mengantar Amelia. Setelah itu, dia kembali serius dengan ponselnya. Makan sambil main ponsel. Kalau Wisnu pasti aku marahi.

"Ini tasnya, Pak. Tolong cek apa ada yang ketinggalan."

" Tidak. Hari ini tidak ada meeting," katanya sambil menerima tas yang aku berikan.

"Begitu dong, Rani. Bajumu pas buat kamu. Saya mau setiap hari, kamu berpenampilan seperti ini. Kadang-kadang ada tamu yang datang ke rumah. Atau, tiba-tiba ada tugas keluar. Jadi kamu harus siap selalu. Claudia akan sering-sering datang untuk mengecek penampilanmu," ujarnya sambil tersenyum. 

Dia menatapku agak lama. Dan, tersenyum.

"Ternyata, kamu cantik!"

***

Related Chapters

Latest Chapter