Bab 7. Make Over

Seharian kami sibuk.

Pesanan dadakan ayam lengkuas, langsung dieksekusi hari itu juga. Pak Maman sampai Pak Satpam dapat tugas mengupas lengkuas dan bumbu lainnya. Bik Inah memarut lengkuas. Mereka semangat dengan imbalan nasi kotak ayam lengkuas.

"Lama-lama kita buka pesanan nasi kotak ya, bu?" celetuk Bik Inah sambil tertawa. Aku tersenyum melihat kesibukan ini. Ini benar-benar tragedi!

Aku belanja peralatan untuk nasi kotak. Harus yang bagus, jangan sampai membuat malu. Jadi ingat kalau mau hajatan di kampung.

Tak lupa, siang hari nasi bekal makan siang untuk Tuan Kusuma. Kalau lupa, bisa diomelin lagi. Aku siapkan di food pack khusus, sehingga makanan tetap hangat sampai di tempat. Tadi sudah ada orang dari kantor ada yang mengambil.

Untuk besuk, serundeng lengkuas aku goreng dulu, disimpan di tempat kedap udara. Besuk tinggal goreng ayamnya dan masak nasi. Beres!

Tring ... Tring ... Tring ...

Ponselnya berbunyi. Ada pesan masuk dari Amelia. 

[Tante! Papa bilang, tante suruh jemput Amel ke sekolah. Langsung mau ke mall. Sekarang ya, Te]

[OK]

Aku segera siap-siap. Pilihan pakaianku  kemeja putih dan rok bunga-bunga. Tidak ada asesoris yang mencolok, karena memang tidak punya. Yang penting tampil rapi. Yang penting,  jangan sampai kena marah lagi sama pak bos.

"Pak Maman, ayok berangkat jemput Amel. Dia sudah menunggu! Dia pulang cepat."

*

Sekolah Amelia sangat besar, mobil penjemput berjajar panjang. Semua merk mobil mewah ada disana. Pasti sekolah mahal. Ya iyalah, anaknya bos.

[Tante sudah dimana?]

[Sudah dijalan masuk sekolah. Masih antri. Sabar ya]

[Tidak usah parkir. Amel tunggu di depan gerbang]

[OK]

Kata Pak Maman, antrian panjang mobil penjemput terjadi setiap hari. Ini terjadi juga ketika mengantar sekolah. Makanya, Amelia selalu buru-buru. Oh itu dia, kelihatan Amelia celingak-celinguk melihat mobil yang lewat. Pak Maman berhenti, aku turun membukakan pintu untuk Amelia.

"Tante, duduk di belakang, ya. Bareng Amel," katanya sambil menarikku masuk di bangku belakang. Kami langsung menuju mall sesuai arahan Amelia. 

Sampai tujuan, kami langsung menuju butik langganan mereka. Kata Amelia, ini butik langganan keluarga Adijaya. Selain kualitas bagus, koleksinya juga lengkap. Tersedia dari baju anak muda, tua, wanita atau pria bahkan asesoris juga ada. Ternyata butik ini berkerjasama dengan beberapa designer terkenal.

"Selamat siang, Non Amel." 

Kami disambut beberapa pegawai yang menjaga pintu, diantarkannya menuju ruangan seperti ruangan untuk tamu. Seorang wanita cantik keluar dari ruangan menghampiri kami.

"Hai Amel cantik. Tadi Papi telpon. Sudah tante disiapkan pesanannya. Ini yang namanya Bu Rani?" katanya, dia melihatku dari atas sampai bawah. Aku tersenyum membalasnya.

"Hmmm, badannya ideal. Perlu sedikit polesan saja. Saya Claudia, yang handle anda. Mari ikut saya!"

Kami mengikutinya. 

"Sayang, Tante mau diapain?" bisikku ke Amel.

"Tante mau dimake over," katanya sambil tersenyum.

Ruangan yang kami tuju seperti salon khusus. Aku di lulur, facial dan dirapikan rambutku sedikit. Setelah dua jam, aku dibawa ke ruangan sebelumnya. Terlihat Amelia duduk-duduk malas sambil menikmati camilan yang disediakan. 

"Wow, Tante Rani cantik sekali. Wangi!" teriak Amel sambil memelukku erat. 

"Kamu tidak capek, Sayang? Maaf ya, menunggu lama."

"Gak capek. Demi, besuk diantar jemput tante. Amelia belain, deh," katanya sambil menggelayut manja.

Iya, kemarin Tuan Kusuma bilang akan membelikan baju untukku supaya tidak memalukan anaknya. Ternyata sampai make over keseluruhan. Aku sebenarnya tidak terlalu suka berjam-jam di salon seperti ini. Tampilan sederhana itu saja sudah  cukup. 

Mungkin pikiranku yang kolot ini membuat Mas Bram berpaling ke wanita yang lebih modis dan cantik. Laki-laki memang kalau melihat yang lebih bening menjadi jelalatan. 

Huuft .... Kalau mengingat itu, hatiku terasa sesak.

Terdengar seperti rak didorong.

Benar. 

Tiga rak gantungan baju di dorong ke depan kami.  Diikuti wanita cantik tadi.

Oya, namanya Claudia.

"Coba, kesini Bu Rani. Bajunya pilih sendiri atau saya yang pilih?"

"Dipilihkan saja," jawabku. 

Semua bagus-bagus. Modelnya sederhana tetapi mewah dan elegan. Baju dirak itu aku lihat bandrol harganya ratusan ribu bahkan hampir satu juta bahkan ada yang lebih. Tidak enak, kalau memilih sendiri, bukan uangnya sendiri.

Setelah bolak balik mencoba baju, Amelia dan Claudia yang menilai. Tak hanya baju, tetapi juga sepatu dan asesoris. Aku dibantu dua asisten untuk mendandaniku. Serasa menjadi model dadakan.

Capek rasanya! Kakiku cenut-cenut!

Mungkin kalau perempuan yang gila belanja akan senang sekali. Tetapi, kalau aku tersiksa rasanya.

"Amel, ini belanjaan tidak kebanyakan, ya?"

Tumpukan baju lebih dari satu lusin, asesoris dari anting, kalung, gelang sampai kalung dan juga beberapa pasang sepatu. Berapa totalnya ini?

"Tidak, Tante. Papi tadi yang nyuruh langsung ke Tante Claudia. Sudah tenang aja. Tante nurut aja, Papi nanti marah, lo," katanya sambil senyum-senyum senang.

"Tante, tadi Papi telpon. Katanya langsung ke rumah eyang. Jadi nanti tidak usah ditingguin."

Tring ... Tring ... Tring ...

[Rani]

[Saya langsung rumah mama]

[Jangan ditunggu]

Ternyata Tuan Kusuma yang kirim pesan. Bukannya tadi sudah kasih tahu Amelia, ya. Ada-ada saja.

[Baik, Pak. Kami masih di butik sekarang. Terima kasih atas semuanya]

[OC :-)]

Langsung dijawab pesannya dengan tanda smile di belakangnya. Ternyata bisa santai juga dia.

Berarti, nanti aku bisa langsung istirahat. Tidak usah menyiapkan makan malam dan menunggu Tuan Kusuma yang pulang malam.

"Bu Rani, semua sudah selesai. Untuk semuanya, sudah saya laporkan ke Tuan Kusuma. Ada yang bisa saya bantu lagi?" kata Claudia menggangguk sopan. 

"Tidak terima kasih," ujarku. Aku sudah tidak sabar untuk pulang. Capek!

Ketika melewati cermin besar, aku melirik kebayanganku. Hasil make over, memuaskan!

Sangat memuaskan!

***

Related Chapters

Latest Chapter