The most accursed darkness comes. The accursed darkness that will control the soul, inviting destruction, threatens the land and the holy land.Four hundred years ago, the prophecy was found recorded in the book of the Witches of the Country of Amaphera—a book that recorded the magic, power, torture, and everything that happened to witches in every age. But that ancient book had been abandoned and no one believed.The kingdoms of all clans in Amaphera Country are experiencing developments. They abandoned faith in the ancient scriptures, deeming it impossible for the dark forces to return, instead placing their faith in the enemies of the seven most powerful mages of the Country of Amaphera and the orb of Agyss' power.The seven witches hand-picked by the gods, and their supreme-level Agyss orb power passed down for generations destroyed the dark forces five hundred years ago.Unfortunately, the prediction came true."Maviolus peviatto!"A howl of pain rang out from a Malfos right afte
Seiring langkah sosok siluet itu menuju titik keberadaan enam penyihir, kabut-kabut ungu kehitaman membuat makhluk hidup di sekelilingnya layu. Mati hanya dalam hitungan detik. Hutan yang sudah hampir mati tak bernyawa, kini semakin menjadi hitam pekat. Pepohonan seketika membengkok karena ranting-rantingnya tidak bernyawa. Akar-akarnya seakan kaku, makhluk-makhluk melolong kesakitan sebab jiwa mereka dicabut paksa. Tanda-tanda seperti ini… keenam penyihir sudah bisa mengetahui siapa yang datang. "Sang Bayang Hitam," lirih Narvi, memandang khawatir sosok siluet yang disembunyikan kabut pekat. Aslyn menggeram kesal. Dia menjulurkan Agyss merah miliknya ke arah sosok siluet itu. "Mavesto Ila—ah!" Aslyn langsung terlempar ke samping, menghantam batang pohon besar yang sudah mati. "Aslyn!" Narvi dan Maggni berseru serempak. Aslyn mengerang memegang dadanya. Serangan sihir kabut yang tiba-tiba melesat cepat seakan menusuk dadanya. Sekuat mungkin Aslyn mencengkeram bola kekuatan Agys
(Tiga abad kemudian.)Dingin, gelap, sunyi, nyeri bagai penyiksaan menjalar ke sekujur tubuh, dan otot-otot seakan terkunci kaku.Zevana tidak mengerti apa yang dirasakannya sekarang. Telinganya berdengung kuat mendapatkan tekanan dari kedua sisi. Tak ada bagian dari tubuhnya yang bisa digerakkan.Hanya sakit. Sakit sekali—dan tak bisa dilawan meski otak Zevana sudah mengirim sinyal ke tubuhnya agar bergerak.Tubuh Zevana bergerak melayang perlahan semakin ke atas. Tidak, bukan melayang, lebih tepatnya mengapung. Rasa nyeri dari tekanan pada sekujur tubuh membuatnya kebas, dingin menusuk kulit—bahkan rasanya berkali lipat menusuk ketimbang rasa panas luka bakar melepuhkan kulit.Kedua matanya tidak bisa dibuka. Entah apa yang menggerakkan tubuhnya sekarang. Semakin mengapung naik, semakin dirinya merasakan tekanan. Dalam hening Zevana ingin menangis, tetapi otot wajahnya pun tidak bereaksi untuk membentuk ekspresi.Tak ada suara yang didengar olehnya kecuali dengung menyakitkan.Apaka
Kegelapan yang mencekam menyambut kedua mata Zevana begitu kelopak mata itu terbuka. Entah bagaimana bisa Zevana secara tiba-tiba terbangun di tengah hutan. Udara dingin jatuh menusuk pori-pori seiring Zevana bangkit posisi menjadi duduk.Butuh waktu beberapa detik bagi Zevana untuk memperhatikan sekeliling. Siluet pepohonan menjulang tinggi, siluet dedaunan yang tumbuh lebat menutup akses cahaya bulan, dan suara-suara hewan hutan sahut-bersahutan.Tunggu, ini pasti masih mimpi, elaknya dalam hati ketika agak kesulitan berdiri dari duduk. Tubuhnya bergerak sempoyongan sambil menjulurkan tangan, meraba-raba sekitar.Ini mengerikan. Tidak ada cahaya membuat pergerakan Zevana sungguh kesulitan. Zevana merasakan seluruu bulu kuduknya seketika meremang mendengar nada-nada siul burung hantu.Masalahnya, Zevana tidak bisa melihat wujud burung hantu itu. Netra Zevana hanya menangkap siluet-siluet sekitar."Cahaya, di mana ca—" kalimat Zevana seketika terhenti setelah sepasang matanya menemuka
Sial. Zevana sama sekali tidak bisa memejamkan mata dengan tenang. Mimpi buruk yang mendatanginya saat beberapa waktu lalu masih terngiang-ngiang. Katakanlah Zevana terlalu berlebihan karena, alih-alih menganggap angin lalu mimpi itu, justru memikirkannya amat keras. Persetan. Bayang-bayang wanita di antara kabut yang menyelimuti sekujur tubuh membuat Zevana tidak nyaman. Entah kenapa Zevana merasa seperti familiar dengan wanita itu. Ini semacam perasaan ketika dirinya bertemu seseorang, lalu bertemu lagi kesekian kalinya. Namun Zevana tidak bisa mengingat. Sejak kapan dirinya mengenal atau bertemu wanita menyeramkan itu?"Argggh!" Zevana mengusap kepala bagian kanannya, frustasi. "Kenapa aku tidak bisa mengingat apa pun? Dan ... siapa nama yang disebut wanita itu?"Benar. Ada nama yang disebut sosok wanita berkabut dalam mimpinya: Zevana.Apakah itu nama dirinya?Sebenarnya Zevana sendiri tidak yakin. Meskipun di sisi lain, jika diingat-ingat ulang, Zevana tidak menemukan siapa pu
"AISH…."The sky is getting darker. There was only the sound of a disembodied owl mixed with the gasping for breath. No more chasing after the damn troops who don't know where to come from.This is where Zevanna and Arres get stuck. Focusing only on running away from the damn troops, the two of them had not realized that they had entered a deeper part of the forest.They did manage to escape. Too bad they don't know where they are now."You asked me to run without thinking we'd get stuck!" Arres rebuked Zevanna.Of course Zevanna didn't accept it.Zevanna's body immediately straightened—after bending down holding both knees. Zevanna looked at Arres with disapproval."Hey. I saved you from their pursuit," said Zevanna, who defended herself. "Why are you acting so annoying?"Who is to be blamed?This Arres sucks anyway. It was lucky that Zevanna had grabbed his hand so they could run away together. Zevanna was also the one who took the initiative to use Agyss's ball which Arres was unem
"So you think I can't be a good royal wizard because you think I'm stupid?"Zevana asked, replying to what Arres said a while ago.In fact, Zevana could have immediately replied when Arres said he was stupid, unable to do anything, and careless. But Zevana prefers to try to calm down, following Arres until they have entered the forest deeper.Zevana's irritation would risk making him want to punch Arres.If it weren't for Arres who treated him earlier, Zevana wouldn't hesitate to throw a fist. The problem was, aside from Arres having treated him earlier, he didn't have that much strength to punch."Indeed," answered Arres who was two steps ahead of Zevana. "Are you not aware?"Zevna chuckled. Then laughed crookedly sarcastically. "How could you say I'm like that. Even though I was the one who saved you from being chased by the damn troops.""It was just luck. If we weren't lucky, we wouldn't have survived.""Your luck is due to my ingenuity," replied Zevana not wanting to be outdone.
[BAB 7]"Jadi, kau pikir aku tidak mungkin menjadi penyihir kerajaan yang pandai karena menurutmu aku bodoh?"Zevana bertanya, membalas perkataan Arres beberapa saat lalu.Sebenarnya bisa saja Zevana langsung membalas pada saat Arres mengatakan dirinya bodoh, tidak bisa apa-apa, dan ceroboh. Namun Zevana lebih memilih mencoba menenangkan diri, mengikuti Arres sampai mereka sudah memasuki hutan lebih dalam.Kejengkelan Zevana akan berisiko membuatnya ingin meninju Arres.Kalau saja bukan karena Arres yang mengobatinya tadi, Zevana tidak akan segan melayangkan tinju. Masalahnya, selain karena Arres sudah mengobatinya tadi, tenaganya tidak sekuat itu untuk meninju."Memang," jawab Arres yang berada dua langkah di depan Zevana. "Apa kau tidak sadar?"Zevana mendecak. Lantas tertawa miring bernada sinis. "Bisa-bisanya kau mengatakan aku seperti itu. Padahal aku yang menyelamatkanmu dari kejaran para pasukan sialan.""Itu hanya keberuntungan. Kalau tidak beruntung, kita tidak akan selamat."