Bab 580. Rencana
Menjaga apa yang sudah ada di tangan, itu tidak gampang. Jauh lebih mudah saat meraihnya, padahal itu pun memerlukan upaya. Terlebih kalau itu berkaitan dengan hati. “Ada Mas Suma? Kok berpikir sampai dahinya berkerut begitu. Pak Presiden saja sampai kalah, lo,” celetuk Maharani sambil duduk di sebelahku. Setiba di rumah, rasa kangen dengan suasana biasanya begitu lekat. Setelah berbincang, kami pun masuk kamar masing-masing. Rima jadi ikut ke sini, dia sekarang bersama Amelia. Mereka terlihat akrab, mungkin ini menjawab kerinduan anakku dengan kakak perempuan. Pertanda baik, bukankah saudara dan ipar menjalin keakraban adalah sesuatu yang membanggakan? Aku dan Maharani bersantai di teras privat depan kamar kami. Seperti biasa, dia datang membawa teh hangat dan camilan. Kebiasaan yang menyebabkan perutku tidak se-sexy dulu. Kalau aku protes, istri selalu melempar kesalahan kepadaku. “Siapa suruh menghabiskan minuman dan camilan satu toples. Aku kan hanya menyediakan, tidak memaksa
Read more