Bab 4

"Bagaimana keadaan mu?"

Kinanti tersentak tak kala suara berat dan tertahan seorang pria menyapa nya. Sejenak Kinanti menghentikan pekerjaannya yang tengah menggoreng telur untuk majikan kecil yang bernama Davina.

Lalu memutar tubuhnya untuk melihat siapa pria yang berada di belakang nya.

"Tuan berbicara dengan saya?"

"Bagaimana keadaan mu sekarang?"

Adam tidak ingin menjawab pertanyaan Kinanti. Sebab, Adam tidak suka bertanya dan di jawab dengan pertanyaan kembali.

"Saya baik Tuan," jawab Kinanti dengan menundukkan kepalanya.

Sejak berada di rumah sakit, Adam selalu memikirkan Kinanti. Hingga sore hari saat setelah sampai di rumah Adam langsung menuju dapur untuk mencari keberadaan Kinanti.

Adam berjalan satu langkah, hingga keduanya cukup berdekatan. Tangan Adam bergerak memegang dahi Kinanti, kemudian mengangguk.

Kinanti terkejut saat Adam memegang dahinya, dan menurutnya itu cukup berlebihan.

"Apa kau bisa menutupi apa yang sudah terjadi di antara kita?"

Adam tidak bisa tenang, takut jika Kinanti memberitahukan pada Renata ataupun anggota keluarga lainnya tentang apa yang sudah terjadi di antara mereka.

Saat ini mungkin Adam terlalu egois, tetapi bagaimana pun Renata baru kemarin menjadi istri nya dan Adam tidak tega menyakiti hati wanita yang sangat di cintai nya.

Kinanti mengangguk lemah, Adam memikirkan perasaan Renata tetapi tidak dengan perasaan nya.

"Saya sangat mencintai nya," lanjut Adam berusaha agar Kinanti setuju dengan permintaan nya, "Atau aku bisa memberi mu sejumlah uang, sesuai yang kau mau."

Kinanti mendadak gagu, "Uang?"

Adam mengangguk, meyakini jika Kinanti setuju dengan tawaran nya.

Kinanti mangguk-mangguk, malang sekali nasib wanita itu. Mungkin menurut Adam uang bisa membeli harga diri nya.

"Saya akan menutup mulut saya, tidak usah khawatir," jawab Kinanti dengan yakin.

Adam mengangguk, "Terima kasih."

Adam berlalu pergi, melangkahkan meninggalkan dapur.

"Uang?" Kinanti tersenyum getir, tampaknya menurut orang kaya seperti Adam harga diri adalah uang.

-----

Hari-hari terus berlalu, Kinanti tidak lagi larut dalam luka yang tidak berkesinambungan.

Semua telah direlakan tanpa ada sisa-sisa benci sedikit pun, dan hal yang paling membuat Kinanti semakin kuat adalah Ilham kekasihnya tetap mau menerima walaupun semua sudah Kinanti katakan tentang kemalangan nya.

Walaupun pada hakekatnya Kinanti tetap tidak menyebut nama orang yang sudah menodainya, dan hal menariknya kata maaf di iringi dengan tawaran rupiah.

"Mbak Kinan," Davina sudah sangat kesal pada Kinanti.

Sudah beberapa hari ini Kinanti terus saja muntah-muntah, dengan tubuh lelah dan juga merasa pusing.

"Maaf ya, Mbak Kinan masuk angin," jawab Kinanti tidak enak hati.

Davina mengangguk, walaupun cukup membuat kesal. Duduk di kursi meja makan dengan manis, sambil menunggu Kinanti menyuapinya kembali. Tapi, lagi-lagi Kinanti mendadak bangun dari duduknya berlari menuju wastafel.

Davina menopang kepalanya menggunakan tangan pada meja, perut yang sudah lapar membuatnya kesal pada Kinanti.

"Kamu kenapa?" tanya Adam yang baru saja ikut bergabung di meja makan.

Tangan Adam menarik kursi untuk Renata, setelah itu melakukan hal yang sama dan duduk manis berhadapan dengan Davina.

"Mbak Kinan bikin kesel, dari kemarin terus aja muntah-muntah Vina lapar Yah," kata Davina dengan raut wajah kesal.

"Dari kemarin?"

"Vina, pagi ini Mbok Sum saja yang suapin ya," Mbok Sum yang mendengar keluhan Davina segera mengambil alih pekerjaan Kinanti.

Davina mengangguk karena sudah sangat lapar.

"Mbok Sum," Adam sedikit ragu untuk bertanya, tetapi cukup penasaran juga dengan kata-kata Davina, "Apa Kinanti sakit?"

"Sayang!" Renata sangat tidak suka, bagai manapun Adam adalah suaminya. Tidak akan ada wanita yang rela melihat suaminya memberikan perhatian pada wanita lain.

Adam mengelus kepala Renata, "Sayang, aku ini seorang dokter dan siapapun yang sakit aku harus menolong," jelas Adam.

Renata mendesis berulangkali Adam meyakinkan dengan profesi nya tapi, sampai saat ini juga Renata tidak bisa terima akan perhatian Adam pada Kinanti yang cukup berlebihan.

Adam tidak lagi bertanya perihal Kinanti di hadapan Renata, tetapi apa yang di katakan oleh Davina masih mengganggu pikirannya.

Selesai sarapan pagi, Adam mengantarkan Renata ke rumah kedua orang tuanya kemudian berjanji akan menjemputnya nanti malam.

Adam tidak lantas menuju rumah sakit tempatnya bekerja, akan tetapi Adam memutar balik arah dan kembali ke rumah.

Melihat Mbok Sum yang tengah menyapu halaman, Adam seketika turun dari mobil dan mendekati Mbok Sum.

"Mbok Sum, apa Kinanti di dalam?"

Mbok Sum cukup terkejut, Adam datang lalu bertanya dengan tiba-tiba.

"Kenapa menanyakan Kinanti?" tanya Sarah.

Kali ini Adam yang terkejut melihat Sarah berdiri di hadapannya, apa yang akan Adam katakan untuk bisa lolos dari pertanyaan Sarah.

"Kinanti?" tanya Adam kembali seolah tidak mengerti.

Sarah malah bingung, merasa tidak salah mendengar.

"Adam nanya Davina Ma," kata Adam sambil melebarkan mata memberi kode pada Mbok Sum.

Mbok Sum hanya mengangguk dalam kebingungannya, dan berusaha membenarkan apa yang di katakan oleh Adam.

"Bukanya tadi kamu nanyak Kinanti? Kinanti sedang mengantar Derren dan Davina ke sekolah," Sarah benar-benar bingung.

"Mbok, tadi saya bertanya tentang Davina kan?" Adam terus menatap Mbok Sum, berharap bisa di ajak kerjasama.

"I-iya Bu Sarah, tadi Tuan Adam nanyak Davina," Mbok Sum sebenarnya tidak ingin berbohong, tetapi karena takut pada Adam terpaksa dilakukan.

Sarah mengangguk, lalu pergi karena merasa salah mendengar.

Tidak berselang lama, sebuah mobil Alphard berwarna putih terparkir. Seorang wanita turun dengan tergopoh-gopoh.

"Kinanti?" panggil Mbok Sum.

Kinanti tidak perduli, terus berlari masuk fokus hanya segera menuju kamar mandi.

"Mbok Sum apa dia sering muntah-muntah?" Adam ingin segera mendapatkan jawaban, karena sejak padi tadi belum ada jawaban yang pasti.

"Iya Tuan, dari kemarin juga. Seperti orang hamil saja," jawab Mbok Sum asal.

Blush!

Seketika wajah Adam memerah, jantung mulai berdetak kencang karena takut apa yang di katakan oleh Mbok Sum benar.

"Tuan!" Mbok Sum sudah memanggil Adam beberapa kali tapi malah diam seakan hanyut dalam pikiran.

Adam tersadar tetapi tidak perduli sama sekali, hingga tiba-tiba terdengar suara teriakan Sarah dari dalam sana.

"Aaaaaaa!"

Adam seketika berlari masuk, melihat Sarah yang berteriak dengan Kinanti yang tergeletak di dapur.

"Kinanti!" Sarah menepuk pipi Kinanti hingga berulangkali.

Terbaring di atas sofa, tubuh lemah dengan wajah pucat masih belum sadarkan diri.

"Adam Kinanti kenapa?" tanya Sarah panik.

"Em," Adam hanya diam, bahkan semakin aneh saat selesai memeriksa keadaan Kinanti.

"Adam," Sarah menggerakkan lengan Adam, telinganya sudah tidak sabar mendengarkan penjelasan Adam.

"Tidak ada apa-apa, hanya masuk angin," jawab Adam dengan suara kecil, jari-jemarinya memijat dahi yang terasa mendadak pusing sambil menatap tubuh lemah Kinanti yang masih terbaring di atas sofa.

Related Chapters

Latest Chapter