All Chapters of ODD EYE CIRCLE : Beginning of The Tyr God's Syndrome: Chapter 101 - Chapter 110
121 chapters
0096
Mereka tiba di tempat pemotretan lebih cepat daripada saat Amya berangkat ke kantor. Bangunan semi minimalis modern tanpa banyak jendela. Bahkan Amya sempat meragukan jika ini tempat pemotretan yang tepat melihat tampilan luar gedung lebih mirip dengan kos-kosan murah di pinggiran kota. “Amya-ssi bisa tolong bawakan barang-barang di bagasi? Saya harus masuk lebih dulu,” ujar manajer Jaehyuk – yang namanya baru Amya ketahui setelah mendengarkan sesi perdebatan di dalam Van. Tentu saja Baekhyun berperan penting mengungkapkan nama pria itu.Amya mengangguk paham lalu bergegas menuju bagasi yang tak terkunci. Keheranannya saat memasuki Van yang cukup lengang terjawab sudah begitu mendapati bagasi nyaris penuh.“Ambil saja tas berwarna biru terang!” teriak Jaehyuk sebelum memasuki gedung.Hanya ada satu tas biru terang di sana. Amya memeluknya erat seolah tas itu adalah bayi rapuh dan ia harus menjaganya dengan hati-hati. Baru setelah ia masuk ke dalam bangunan, matanya tersihir oleh cahay
Read more
0097
Semua hampir siap. Pekerjaan melelahkan telah mencekiknya beberapa hari lalu telah sampai di akhir. Kostum berhasil dirampungkan, stadion telah siap menampung ribuan orang, tiket telah terjual habis, yang tersisa tinggal perasaan mendebarkan menjelang konser. Padahal rasanya seperti baru kemarin saja ia direkrut langsung untuk menangani masalah sebelum konser. Waktu cepat sekali berlalu ketika diri larut dalam kesibukan. Kelelahannya patut mendapat bayaran besar. Apalagi kalau bukan beristirahat total. Sebuah hadiah untuk para staf maupun idol bersangkutan dalam rangka menjaga imunitas tubuh sebelum konser yang lebih melelahkan. Pantulan diri tengah menatap balik ke arahnya seakan tengah menilai seberapa pantaskah ia untuk kencan hari ini. Seberapa keras Amya memaksa, lelaki itu tetap bungkam dan malah menggodanya balik hingga membuat Amya kesal sendiri.“Bukan kejutan namanya kalau aku memberitahumu.” Sehun bersikukuh di seberang panggilan.“Setidaknya beritahu tempatnya, barangkali
Read more
0098
When his consciousness was drawn back to reality, Tolol Oren gasped, his face flushed, and he realized he had fallen asleep in the pavilion near the fish pond.“Oh my god! What was I thinking?!” Tolol Oren slapped himself hard on the cheek. Hope it can divert the tickling sensation running through his body. Especially something that shouldn't have woken up down there. “Damn You! Tolol Oren!”The day was still sweltering to dream, and Tolol Oren found himself in the middle of a long dream about himself with the Great Garlean ruler. How immoral he was to dare to think such a despicable thing. His face was as hot as a grill, and his chest rumbled like an earthquake. If the sky is full of lightning, then it is complete."Shit! I'm thirsty for Emet!"Tolol Oren drowned in agony. He missed Emet Selch so much that he could always shake his feelings. Just looking at that white-haired man alone made Tolol Oren climb high. His sharp gaze and his words were always firm. Everything about Emet cou
Read more
0099
"I’ll take care of this,” Eugene told the staff. “Thank you, Michelle. You must have had a hard time getting her here.”“Don’t worry about it!”Eugene laughed a little. “You’re so adorable when cheerful like this. I hope you always smile wide because it suits you very much.” Eugene stroked Michelle’s cheek. Eugene’s hand felt so soft when it touched Michelle’s cheek.“Can I open it now?”Michelle nodded enthusiastically.When the box was opened, Eugene couldn’t hide his surprise. Then, the release of one puddle of dog-shaped chocolate, white chocolate, makes it look similar to Bubu.“It looks like Bubu.” Eugene sparkled with pleasure. “Did you make it yourself?”“That’s right, I made it, especially for you, Oppa!”“Really? I’m so grateful to you. I didn’t want to eat the chocolate because it was so sweet.” Eugene switched on Michelle’s outfit. “Do you like Bubu so much? You even went so far as to wear a dress with a picture of Bubu.”“Em... But I like you more than Bubu.”Eugene laugh
Read more
0100
“Apa kau tak punya kekasih?”Pertanyaan itu meluncur begitu saja tanpa bisa ditahan. Bahkan Amya sendiri terkejut dengan tindakannya barusan. Pertanyaan semacam itu sangat sensitif untuk dikatakan meski mereka sudah lebih dekat ketimbang hanya rekan kerja biasa. Seperti teman dekat. Tetapi tetap saja Amya merasa tak pantas untuk menanyakannya, apalagi secara blak-blakan.Yamamoto pun tak kalah terkejut. Jemarinya berhenti menggerakan kursor. Dan jika diperhatikan lebih seksama, pupil matanya membesar. Cahaya layar monitor membuatnya lebih jelas ketika terpantul pada kedua bola matanya. Membuat lebih cokelat terang. Pria itu berdehem sekali sebelum menjawab.“Tak ada yang menyukaiku.”Amya tertawa kecil. Bukan meremehkan jawaban Yamamoto, melainkan menutupi salah tingkahnya sendiri. “Berhenti omong kosong. Mana mungkin tak ada yang menyukai orang sebaik kau.”“Baik saja belum cukup untuk membuat seseorang suka.” Yamamoto beralih dari layar ke arah Amya. Memberikan tatapan yang tak bisa
Read more
0101
Wajah yang biasanya tersenyum hangat kini membatu tanpa ada ekspresi apa pun. Dia hanya menatap lurus jajaran awan yang terhampar luas. Entah apa yang ada di dalam pikirannya, tetapi sorot matanya menggambarkan kesedihan mendalam.‘Kenapa harus aku yang ditugaskan sebagai Judge Of Fire?’Batinnya terkoyak setiap kali mengingat saat menghunuskan pedang kepada Haniel. Meski itu adalah tugasnya, tetapi dia sebenarnya tak ingin melakukan kekerasan pada siapa pun. Bukankah lebih mudah menjadi Scribe Of Heaven? Tidak perlu melakukan kekerasan, hidup dengan aman dan damai, benar-benar tugas yang sempurna bagi seorang Archangel.“Apa yang sedang kau pikirkan Uriel?”Uriel membalikkan tubuhnya dan mendapati sosok pria berambut pirang keemasan nan panjang. Pria itu tersenyum lembut yang mana serta merta memancarkan cahaya surgawi. Senyuman itu pun turut menular pada Uriel. “Hay Michael."Michael mendekat ke arah Uriel dan berdiri tepat di sampingnya. “Apa yang membuatmu tertarik memandangi hamp
Read more
0102
Diavolo menatap tepat ke mata Uriel, lalu tersenyum. “Aku percaya padamu.”Sekelebat ingatan mengenai obrolan mereka kembali muncul. “Apa maksudnya dengan percaya padaku? Apa dia memang mudah sekali percaya pada orang asing? Dan kenapa dia selalu tersenyum manis seperti itu?” Tepat setelah monolog itu terucap dari bibirnya, Uriel langsung menggelengkan kepala cepat-cepat. “Apa yang barusan ku katakan? Senyumannya manis? Yang benar saja.”Sosok Iblis berambut merah itu benar-benar jauh dari bayangannya yang terkesan kejam dan tidak berhati nurani. Ternyata Diavolo tak semenakutkan itu. Dan Uriel baru menyadari bahwa dia sangat penasaran dengan sosok Diavolo yang baru saja ditemuinya. Apakah iblis itu berbeda dengan iblis kebanyakan? Atau barangkali itu hanyalah topeng semata?“Sudah lah, jangan terlalu memikirkannya,” monolog Uriel. “Lebih baik aku istirahat saja hari ini.”Hari pertama dilalui Uriel dengan sarapan -tentu saja- yang ternyata dihidangkan langsung oleh koki kerajaan ke d
Read more
0103
Detik jarum jam memenuhi seisi ruangan. Eksistensinya lebih daripada sebuah pajangan semata, benda itu lah yang pertama kali membangunkan sosok yang sedari tadi terlelap di atas ranjang. Kelopak mata itu mulai terbuka, sedikit demi sedikit untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Dia tak bisa memperkirakan perpindahan waktu di sini, mengingat Devildom terletak di kerak bumi terdalam sehingga tak mendapat sinar matahari yang cukup.Tunggu, Devildom?Uriel memejamkan matanya lagi, berharap keberadaannya di sarang para Iblis adalah mimpi saja. Berharap jika ingatan mengenai hubungannya dengan Diavolo tidak benar-benar menjadi nyata. Dia pun mencoba bangkit dari ranjang, tetapi sekeras apa pun usahanya untuk berdiri, tubuhnya tetap menempel di atas ranjang. Seolah ada sesuatu yang menahannya. Lantas dia menurunkan pandangan ke tubuhnya sendiri. Betapa terkejutnya Uriel kala mendapati dia tak mengenakan apa pun, hanya tertutupi oleh selimut. Tetapi itu bukan satu-satunya hal mengejutk
Read more
0104
“Apa yang baru saja terjadi? Apa yang ku lakukan? Bagaimana bisa aku melakukannya?”Setelah kejadian beberapa saat lalu, Uriel menghabiskan waktunya dengan duduk termenung di taman. Tentu saja dia memilih sudut yang sepi, tak ingin kehadirannya dirasakan oleh makhluk lain, terutama sang pemimpin Devildom. Meski sebenarnya itu hal mustahil. Makhluk sekuat Diavolo tentu bisa menangkap keberadaannya saat ini juga, tetapi Uriel tetap berusaha untuk menjaga jarak. Kejadian yang menimpanya terasa berlalu dengan cepat, bahkan untuk dia cerna. Seperti mimpi buruk dan indah yang bercampur menjadi satu. Benang merah baru saja dipintal menjadi pilinan yang lebih besar dan rumit. Bahkan untuk dipecahkan oleh seorang Malaikat sepertinya.Uriel mengelus bibirnya sendiri. Sensasi lembut dan panas masih dapat dia rasakan. Ciuman yang menuntut tapi juga memabukkan.“Sendiri saja?”“Astaga!”Lucifer tersenyum sampai matanya membentuk bulan sabit. “Apa yang membuat Malaikat tingkat tinggi sepertimu tak
Read more
0105
Terbangun karena rasa pusing bukanlah cara paling benar untuk mengawali hari baru. Uriel mengerang sambil menekan kepala dengan kedua tangan. Tubuhnya terasa dingin dan lengket secara bersamaan, terutama pada tubuh bagian bawah. Ini disebabkan karena dia tidur dengan bertelanjang total, hanya selimut yang menutupinya tetapi tak cukup untuk menghalau udara dingin.‘Tumben sekali dingin, biasanya ruangan ini panas.’Kata panas mengingatkannya pada sederet kejadian luar biasa -jika dia boleh menilai dapat mencapai bintang 10/10- yang terasa seperti mimpi. Namun secara mengejutkan dia dapat merasakan sebuah benda tersemat pada jari manisnya. Seperti adegan dalam mimpi semalam.‘Oh, ini bukan mimpi...’Lalu sebuah suara menyapanya. “Oh hey, kau sudah bangun? Aku membuatkanmu sarapan.”Seketika itu pula Uriel langsung bersembunyi di bawah selimut. “Ja-jangan mendekat!”Diavolo mengernyitkan alis, tampak keheranan sejenak kemudian mulai menyadari arah pembicaraan. Dia tersenyum, membawa namp
Read more